INKLUSI SEBAGAI PEMBERI PERHATIAN ANTI DISKRIMINASI
INKLUSI SEBAGAI PEMBERI PERHATIAN ANTI DISKRIMINASI
Kelas
D3
Disusun Oleh :
Isnani Jam’ Iatul Husna
NIM :
1610127720028
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS
BANJARMASIN
2018
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Saat ini diperkirakan sepuluh persen
dari populasi anak di dunia adalah anak berkebutuhan khusus (Dampingi anak,
n.d.). Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia pun terus meningkat,
meskipun tidak dapat dipastikan. Dinas Pendidikan Luar Biasa Kementerian
Pendidikan Nasional mencatat terdapat 324.000 orang ABK di Indonesia
(Pendidikan anak, 3 Maret 2010). Prevalensinya yang tinggi serta kesadaran
masyarakat yang semakin meningkat mengenai isu ini membuat ABK semakin mendapatkan
perhatian. Direktorat Pendidikan Luar Biasa. Dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat istilah anak luar biasa yang kini disebut sebagai anak berkebutuhan
khusus masih disalah tafsirkan, yaitu anak luar biasa selalu diartikan sebagai
anak berkemampuan unggul atau yang berprestasi yang luar biasa. Padahal
pengertian anak luar biasa juga mengacu pada pengertian yaitu anak yang menglami
kelainan atau ketunaan.
Selain masyarakat yang masih keliru
dalam menafsirkan pengertian anak yang luar biasa, faktor penyebab sehingga
anak menjadi anak luar biasa dan karakteristik dari masing-masing jenis anak
yang mengalami keluarbisaan. Dalam dunia pendidikan luar biasa seorang anak
diartikan sebagai anak luar biasa jika anak ersebut membutuhkan perhatian khusus
dan layanan pendidikan yang bersifat khusus oleh guru pendidik atau pembimbing
khusus yang berlatar belakang disiplin ilu pendidikan luar biasa atau disiplin
ilmu lainnya yang relevan dan memiliki sertifikasi kewenangan dalam mengajar,
mendidik, membimbing dan melatih anak luar biasa.
Selain itu dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan baru-baru ini pemerintah menciptakan terobosan baru melalui
sekolah inklusif. Pengertian tentang pendidikan inklusif sendiri belum banyak
disosialisasikan di Indonesia apalagi tentang bentuk pelaksanaan dan sistem
pendidikan tersebut, karena merupakan suatu hal baru. Konsep sekolah inklusif
ini yaitu anak-anak dari kalangan berkelainan atau berkebutuhan khusus dapat
mengikuti kelas biasa, namun disisi lain merekapun harus mengikuti program
khusus sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas mereka. (cynthiadevina, 2016)
B. Rumusan
Masalah
Bagaimanakah pendidikan inklusi sebagai
pemberian perhatian khusus kepada kelompok anak rentan diskriminasi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Inklusi Sebagai Pemberian Perhatian
Khusus Kepada Kelompok Anak Rentan Diskriminasi
Kesempatan untuk
memperoleh pendidikan masih
terbatas atau masih banyak orang
yang belum mendapat akses pendidikan. (Sidiq, -)
Kelompok
tertentu yang terpinggirkan
seperti penyandang cacat (disabled), etnis
minoritas, suku terasing
dan sebagainya masih terdiskriminasikan dari pendidikan
bersama.
Meskipun demikian
inplementasi hasil dari
konferensi ini belum memuaskan, khususnya
yang terkait dengan
para penyandang cacat. Para
praktisi pendidikan luar
biasa menyelenggarakan konferensi pendidikan luar biasa (Special
Needs Education) di Salamanca, Spanyol tahun
1994 yang menghasilkan Pernyataan
Salamanca (Salamanca Statement). Dalam
pernyataan Salamanca inilah
pendidikan inklusif
(Inclusive Education) mulai
diperkenalkan secara meluas
ke berbagai negara.
Adapun
isi dari pernyataan Salamanca adalah sebagai berikut:
1. Kami, para
delegasi Konferensi Dunia
tentang Pendidikan
Kebutuhan Khusus yang
mewakili sembilan puluh
dua pemerintah dan dua puluh lima organisasi internasional, yang berkumpul di sini Salamanca, Spanyol,
dari tanggal 7-10
Juni 1994, dengan
ini menegaskan kembali komitmen
kami terhadap Pendidikan
Untuk Semua, mengakui perlunya
dan mendesaknya memberikanpendidikan bagi
anak, remaja dan
orang dewasa penyandang kebutuhan pendidikan
khusus di dalam
sistem pendidikan reguler, dan
selanjutnya dengan ini
menyetujui Kerangka Aksi mengenai Pendidikan Kebutuhan
Khusus, dengan semangatnya bahwa ketetapan-ketetapan serta
rekomendasi-rekomendasinya
diharapkan akan dijadikan pedoman
oleh pemerintah-pemerintah serta organisasi-organisasi.
2.
Kami meyakini dan menyatakan bahwa:
Setiap
anak mempunyai hak
mendasar untuk memperolehpendidikan, dan
harus diberi kesempatan
untuk mencapai serta
mempertahankan tingkat pengetahuan yang wajar.
Setiap anak mempunyai karakteristik,
minat, kemampuan dan kebutuhan belajar yang berbeda-beda
Sistem
pendidikan seyogyanya dirancang
dan program pendidikan
dilaksanakan dengan memperhatikan keanekaragaman karakteristik dan kebutuhan
tersebut
Mereka
yang menyandang kebutuhan
pendidikan khusus harus memperoleh
akses ke sekolah
reguler yang harus mengakomodasi mereka
dalam rangka pedagogi
yang berpusat pada diri
anak yang dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tersebut
Sekolah reguler dengan orientasi
inklusif tersebut merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi sikap
diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang
inklusif dan
mencapai Pendidikan bagi Semua;
lebih jauh, sekolah
semacam ini akan
memberikan pendidikan yang lebih
efektif kepada mayoritas
anak dan meningkatkan efisiensi
dan pada akhirnya
akan menurunkan biaya bagi
seluruh sistem pendidikan
3.
Kami meminta perhatian
semua pemerintah dan
mendesak mereka untuk:
Memberi
prioritas tertinggi pada
pengambilan kebijakan dan penetapan anggaran untuk meningkatkan
sistem pendidikannya agar dapat
menginklusikan semua anak tanpa memandang perbedaan-perbedaan
ataupun kesulitan-kesulitan individual mereka
Menetapkan prinsip
pendidikan inklusif sebagai
undang-undang atau kebijakan,
sehingga semua anak
ditempatkan di sekolah reguler
kecuali bila terdapat alasan
yang sangat kuat untuk melakukan lain
Mengembangkan proyek
percontohan dan mendorong pertukaran pengalaman
dengan negara-negara yang
telah berpengalaman dalam menyelenggarakan sekolah inklusif
Menetapkan mekanisme
partisipasi yang terdesentralisasi untuk membuat
perencanaan, memantau dan
mengevaluasi kondisi pendidikan bagi anak serta orang dewasa penyandang kebutuhan
pendidikan khusus
Mendorong dan
memfasilitasi partisipasi
orang tua, masyarakat dan
organisasi para penyandang
cacat dalam perencanaan dan
proses pembuatan keputusan
yang menyangkut masalah pendidikan kebutuhan khusus
Melakukan upaya
yang lebih besar
dalam merumuskan dan melaksanakan strategi
identifikasi dan penanggulangan dini, maupun
dalam aspek-aspek vokasional
dari pendidikaninklusif
Demi
berlangsungnya perubahan sistemik,
menjamin agar program pendidikan
guru, baik pendidikan
pradinas maupun dalam dinas,
membahas masalah pendidikan
kebutuhan khusus di sekolah inklusif
4. Kami
juga meminta perhatian
masyarakat internasional; secara khusus kami meminta perhatian:
Pemerintah-pemerintah yang mempunyai program kerjasama internasional dan
lembaga-lembaga pendanaan internasional, terutama para
sponsor Konferensi Dunia
tentang Pendidikan untuk Semua,
Organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (UNESCO), Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa
(UNICEP), Program Pembangunan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP)
dan Bank Dunia:
-
agar mendukung pendekatan
pendidikan inklusif serta mendukung pengembangan pendidikan
kebutuhan khusus sebagai bagian yang
integral dari semua
program pendidikan;
-
Perserikatan Bangsa-Bangsa beserta
lembaga-lembaga Spesialisasinya,
terutama Organisasi Buruh
Internasional (ILO),
Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), UNESCO dan UNICEP;
-
agar memperkuat masukan-masukannya bagi
terjalinnya kerjasama
teknis, serta memperkuat
kerjasama dan jaringan kerjanya
agar tercipta dukungan
yang lebihefiisien terhadap
penyelenggaraan pendidikan kebutuhan khusus yang lebih luas dan lebih
terintegrasi;
• Organisasi-organisasi non-pemerintah yang
terlibat dalam perencanaan nasional dan penyaluran pelayanan:
-
agar memperkuat
kerjasamanya dengan badan-badan nasional pemerintah dan agar
mengintensifkan keterlibatannya dalam perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pendidikan kebutuhan khusus secara
inklusif;
•
UNESCO, sebagai lembaga Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang menangani pendidikan:
-
agar menjamin bahwa pendidikan kebutuhan khusus selalu merupakan bagian
dari setiap
diskusi mengenai Pendidikan
untuk Semua dalam berbagai forum,
-
agar memobilisasi dukungan
dari organisasi-organisasi profesi keguruan
dalam hal-hal yang
berkaitan dengan peningkatan pendidikan guru
mengenai penyelenggaraan pendidikan
kebutuhan khusus
-
agar menstimulasi masyarakat akademis untuk meningkatkan kegiatan penelitian
dan jaringan kerja serta membentuk
pusat-pusat informasi dan
dokumentasi regional; juga agar
berfungsi sebagai pusat
penerangan bagi kegiatan-kegiatan tersebut dan agar menyebarluaskan hasil-hasil
serta kemajuan yang
telah dicapai pada tingkat negara dalam upaya mengimplementasikan deklarasi
ini;
-
agar memobilisasi dana melalui
perluasan programpenyelenggaraan sekolah-sekolah inklusif
dan program dukungan masyarakat
dalam rencaana jangka
menengah (1996-2002), yang akan
memungkinkan diluncurkannya proyek perintis
guna mempertunjukkan pendekatan-pendekatan baru
dalam upaya penyebarluasan informasi, serta untuk mengembangkan indikator-indikator
mengenai perlunya pendidikan
kebutuhan khusus dan penyelenggaraannya.
(Ditetapkan secara aklamasi, di kota
Salamanca, Spanyol pada tanggal 10 Juni
1994) Mulai tahun 1994
inilah beberapa negara
mulai melakukan inisiatif untuk mensosialisasikan gagasan
pendidikan inklusif ini.
Para tahun 2000 Forum
Pendidikan Dunia di Dakkar Senegal menegaskan kembali bahwa
setiap anak, remaja, dan
semua orang dewasa
mempunyai hak (Hak Azasi)
untuk memperoileh keuntungan
dan manfaat dari
proses pendidikan yang diarahkan
pada pemenuhan semua
kebutuhan dasar pembelajaran
(basic learning needs) setiap
individu.
Forum dunia
ini sepakat untuk mencapai enam tujuan pokok sebagai berikut:
1. Meningkatkan dan
memperluas pendidikan
anak-anak secara menyeluruh,
terutama bagi anak-anak yang kurang beruntung.
2. Semua anak-anak pada tahun 2015
khususnya perempuan, anak-anak dengan
kondisi yang memprihatinkan dan
yang merupakan etnis minoritas harus
bisa memperoleh dan
menempuh pendidikan dasar berkualitas baik secara cuma-cuma.
3. Program yang
bersifat keahlian dan
tepat guna akan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan
pembelajaran bagi anak-anak dan orang dewasa.
4. Pada
tahun 2015 diharapkan
ada peningkatan sekitar 50%
untuk tingkat baca tulis
orang dewasa, khususnya
wanita, dan akses yang menjungjung keseimbangan
akan pendidikan yang
berlanjut untuk semua orang
dewasa.
5. Menghilangkan isu
jender dalam pendidikan
dasar dan menengah
pada tahun 2005
dan mencapai keseimbangan jender
dalam pendidikan pada tahun
2015. hal ini
akan berfokus pada akses
seimbang dan menyeluruh untuk
wanita dalam pendidikan
dasar yang berkualitas baik.
Memperbaiki semua
aspek dalam kualitas
pendidikan sehingga semua hasilnya
bisa dinikmati oleh
semua pihak, terutama
dalam baca tulis, menghitung dan keterampilan siap pakai.Dari enam
kerangka aksi tersebut
mengandung implikasi bahwa
setiap negara memiliki kewajiban
untuk menjamin bahwa
tujuan dan target pendidikan untuk
semua (Education
For All) dapat tercapai
dan terjamin keberlangsungannya. Kata
semua anak secara
literal dan jelas ditunjukkan untuk
semua, juga bagi
anak-anak dengan keadaan
yang kurang beruntung yang pada akhirnya
memerlukan kebutuhan khusus. Sementara implikasi
terhadap pembelajaran adalah
bahwa diharapkan pembelajaran dan
proses pengajaran bernuansa ramah dan menyenangkan bagi siswa maupun terhadap
gurunya dengan motto Well Coming School and Well Coming Teacher.
Namun meskipun
perkembangan pendidikan dan
peningkatan mutu pendidikan demikian
pesat, tapi ternyata
ini belum mampu menjangkau kepada semua
kebutuhan dari peserta
didik terutama mereka yang tergolong kelompok minoritas dan
terabaikan. Program pendidikan bagi kelompok
seperti ini biasanya
dilakukan dalam seting
yang terpisah bahkan dalam
institusi yang terpisah pula. Melalui pendidikan inklusif inilah muncul harapan
dan kemungkinan mereka memperoleh kesempatan pendidikan bersama
dengan teman-teman sebayanya secara
lebih inklusif (tidak terpisahkan).
B.
PEMBAHASAN
Pengertian
Inklusif
Pendidikan inklusif
merupakan Filosofi
Pendidikan, bukan istilah kebijakan atau
legislasi dalam pendidikan,
yang memungkinkan semua peserta
didik memperoleh pendidikan
yang terbaik. Pendidikan
inklusif merujuk pada kebutuhan belajar semua peserta didik, dengan
suatu focus spesifik pada mereka
yang rentan terhadap
marjinaliasasi dan pemisahan. Dengan
pendidikan inklusif berarti
sekolah harus mengakomodasi
semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi,
bahasa, atau kondisi
lainnya dengan dasar layanan
yang kooperatif,
toleransi, penerimaan, dan
fleksibilitas. Dan bukan pendidikan yang
seperti sekarang ini
yang lebih mengandalkan kompetisi sesama
anak dengan sebuah
lingkungan yang dibatasi (List Restrictive Environment) akan
tetapi sebuah kondisi yang berkompetisi dengan
dirinya sendiri dengan
lingkungan yang menumbuhkan
anak untuk lebih berkembang (More Enabling Environment).
Dengan
demikian pendidikan inklusif
berarti sekolah harus mengakomodasikan semua
anak tanpa memandang
kondisi fisik, intelektual, sosial,
emosional, linguistik atau
kondisi lainnya. Ini
harus mencakup anak-anak penyandang cacat dan berbakat, anak-anak
jalanan dan pekerja, anak-anak
yang berasal dari
populasi terpencil atau
yang berpindah-pindah, anak-anak dari
kelompok etnis minoritas,
linguistik atau budaya dan
anak-anak dari area
atau kelompok yang
kurang beruntung atau dimarjinalisasi (Pernyataan
Salamanca dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan Kebutuhan
Khusus, para 3).
Menurut
Stainback dan Stainback
(1990) sekolah yang
inklusif adalah sekolah yang
menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program
pendidikan yang layak,
menantang, tetapi sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan
setiap murid maupun bantuan dan dukungan
yang dapat diberikan oleh para
guru agar anak-anak berhasil. Lebih
dari itu, sekolah yang inklusif juga merupakan tempat setiap anak dapat
diterima menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru
dan teman sebayanya,
maupun anggota masyarakat
lain agar kebutuhan individualnya terpenuhi.
Menurut
Juang Sunanto (2003) pendidikan
inklusif bukan semata-mata memasukkan
anak luar biasa
ke sekolah umum, namun
justru berorientasi
bagaimana layanan pendidikan
ini diberikan dalam
rangka memenuhi kebutuhan setiap anak dengan keunikan dan keragaman yang
secara alamiah telah
mereka miliki. Pendidikan inklusif
dapat diartikan bagaimana layanan
pendidikan ini sangat
berarti dalam pengembangan potensi dan kompetensi semua
anak yang berbeda-beda sehingga mereka dapat berkembang secara optimal sesuai
dengan irama perkembangannya. Dengan seting pembelajarannya di
ciptakan ramah dan menyenangkan.
Menurut Staub dan
Peck (1994/1995) dalam
Sunardi (2002) mengemukakan
bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan anak luar biasa tingkat ringan,
sedang, dan berat secara penuh di kelas biasa.
Dengan
demikian, jika dipakai
pengertian tersebut di
atas bahwa yang dikatakan pendidikan
inklusif adalah semua
anak berkebutuhan khusus harus belajar di kelas yang sama
dengan teman sebayannya.
Inti
pendidikan inklusif adalah
hak azasi manusia
atas pendidikan, diumumkan
pada Deklarasi Hak Azasi Manusia tahun 1949. yang
sama pentingnya adalah hak anak agar tidak didiskriminasikan, dimuat
dalam Artikel 2 Konvensi
Hak Anak (PBB,
1989). Suatu konsekuensi
logis dari hak ini adalah bahwa semua anak mempunyai hak untuk menerima etnis, agama,
bahasa, jenis kelamin,
kemampuan dan lain-lain. contoh penyebab
munculnya kebutuhan khusus
dari diri sendiri
adalah kecacatan
(disability). Sedangkan kebutuhan
khusus yang berasal dari lingkungan misalnya
anak mengalami kesulitan
belajar karena tidak dapat
berkonsentrasi dengan baik
dan penyebabnya mungkin
suasana tempat belajar yang tidak nyaman.
Di
samping itu, kebutuhan khusus juga dapat dibedakan menjadi:
a.kebutuhan
khusus umum
b.kebutuhan
khusus individu
c.kebutuhan
khusus kecacatan
Kebutuhan khusus
umum adalah kebutuhan
khusus yang secara umum dapat
terjadi pada siapapun
misalnya karena sakit
tidak bisa belajar dengan baik.
Sedangkan kebutuhan khusus
individu adalah kebutuhan yang sangat
khas yang dimiliki
oleh seorang anak,
misalnya seseorang tidak bisa
belajar kalau tidak
sambil mendengarkan musik. Kebutuhan khusus kecacatan
adalah kebutuhan khusus
yang ada akibat
kecacatan, misalnya
kebutuhan berbicara dengan bahasa
isyarat dan artikulasi bagi anak
tunarungu, kebutuhan pengajaran
menolong diri sendiri pada
anak tunagrahita.
Alasan
Perlunya Inklusif
Menurut
pusat studi pendidikan
inklusif di Inggris (Juang Sunanto, 2003) ada sepuluh alasan yang
mendasari pendidikan inklusif, Yaitu:
a. semua
anak mempunyai hak untuk belajar bersama
b. anak-anak tidak
perlu diperlakukan diskriminatif dengan dipisahkan dari kelompok lain karena
kecacatannya
c. para penyandang
cacat yang telah
lulus dari pendidikan segregrasi menuntut segera
diakhirinya sistem segregrasi
d. tidak
ada alasan yang sah untuk memisahkan pendidikan bagi anak cacat,
karena setiap orang
memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing
e. banyak hasil
penelitian menunjukkan bahwa
prestasi akademik dan sosial
anak cacat yang
sekolah di sekolah integrasi lebih baik dari pada di
sekolah umum
f. tidak ada
pengajaran di sekolah
segregasi yang tidak
dapat dilaksanakan di
sekolah mum
g. dengan komitmen
dan dukungan yang
baik pendidikan inklusif lebih
efisien dalam penggunaan sumber belajar
h. sistem segregasi
dapat membuat anak
menjadi banyak prasangka dan
rasa cemas (tidak nyaman)
i.
semua anak memerlukan pendidikan yang
membantu mereka berkembang untuk hidup dalam masyarakat yang normal
j.
hanya
sistem inklusiflah yang
berpotensi untuk mengurangi rasa kehawatiran, membangun
rasa persahabatan, saling menghargai dan memahami.
Di
dalam pernyataan Salamanca
disebutkan bahwa, setiap
individu memiliki hak untuk
mendapatkan pendidikan dalam
lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat dimana
ia berada tanpa
memperhatikan berbagai kesulitan
dan perbedaan-perbedaan yang mereka
miliki. Pada bagian lain
dinyatakan pula bahwa sekolah
dengan orientasi inklusif adalah
sebuah langkah yang
efektif untuk
menghilangkan terjadinya sikap-sikap
yang diskriminatif, menciptakan masyarakat terbuka,
membangun masyarakat yang
inklusif dan mampu mencapai pendidikan
untuk semua, bahkan
akan mampu memberikan
pendidikan bagi mayoritas
anak serta mampu
meningkatkan efisiensi dan meningkatkan efektifitas pemanfaatan dana
di dalam sebuah sistem pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan inklusif akan
mampu mendorong terjadinya perubahan
sikap lebih positif
dari peserta didik
terhadap adanya perbedaan
melalui pendidikan yang dilakukan secara
bersama-sama dan pada akhirnya akan
mampu membentuk sebuah
kelompok masyarakat yang tidak diskriminatif dan akomodatif kepada semua
orang.
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh
dari pelaksanaan pendidikan inklusif, antara lain:
a.
Bagi siswa
1. Sejak
dini siswa memiliki
pemahaman yang baik
terhadap adanya perbedaan dan keberagaman
2. Munculnya sikap
empati pada siswa
terdorong secara alamiah
3. Munculnya budaya saling menghargai
dan menghormati pada siswa
4. Menurunkan terjadinya
stigma dan labeling
kepada semua anak dan khususnya
pada anak tertentu
5. Timbulnya budaya
kooperatif dan kolaboratif
pada siswa sehingga memungkinkan
adanya saling bantu satu sama lain
b.
Bagi Guru
1. Lebih
tertantang untuk mengembangkan
berbagai metode dalam mensiasati
pembelajaran
2. Bertambahnya kemampuan
dan pengetahuan guru
tentang keberagaman siswa termasuk
keunikan, karakteristik, dan sekaligus kebutuhannya
3. Terjalinnya komunikasi
dan kolaborasi kemitraan
antar guru (Guru reguler dan Guru
khusus) dan dengan ahli lainnya )
4. Bertambahnya pemahaman tentang siswa
5. Berkurangnya stigma dan labeling
terhadap anak berkebutuhan khusus yang dilakukan oleh guru
6. Menumbuhkan sikap
empati terhadap siswa,
termasuk anak berkebutuhan khusus
c.
Bagi Otoritas Pendidikan
1.Memberikan kontribusi
yang sangat besar
bagi program penuntasan wajib
belajar pendidikan dasar 9 tahun
2.Memberikan peluang
terjadinya pemerataan pendidikan
bagi semua kelompok masyarakat
3.Menggunakan biaya yang relatif lebih
efisien
4.Mengakomodasi kebutuhan masyarakat
5.Meningkatkan kualitas layanan
pendidikan
4.Perbedaan Pendidikan Inklusif dan
Pendidikan Integrasi Pendidikan
luar biasa (special
education) berkecimpung dengan peserta didik yang memiliki kebutuhan
khusus karena adanya kecacatan.
Dengan kata
lain anak berkebutuhan
khusus yang berkaitan
dengan kecacatan menjadi focus
perhatian pendidikan luar
biasa. Berkaitan dengan konsep
pendidikan inklusif pendidikan
luar biasa sangat berkepentingan karena
penyandang cacat adalah
salah satu subyek pendidikan inklusif.
Meskipun demikian pendidikan
inklusif bukanlah
semata-mata urusan pendidikan
luar biasa tetapi
urusan pendidikan secara umum.
Konsep pendidikan
integrasi terfokus pada
persoalan menyatukan atau
menggabungkan antara pendidikan
luar biasa dengan
pendidikan reguler. Konsep integrasi
berdekatan dengan konsep mainstreaming yang terfokus
pada program pengajaran
khusus (tersendiri) bagi penyandang cacat
dalam rangka mempersiapkan anak
memasuki pendidikan reguler. Dengan
kata lain pendidikan
integrasi berorientasi
mengubah anak untuk
menyesuaikan dengan sistem
yang ada. Berbeda dengan pendidikan
inklusif yang berorientasi
pada perubahan sistem untuk mengakomodasi anak dalam segala
keadaan.
Selain perbedaan
tersebut di atas
dapat dikemukakan perbedaan-perbedaan lain sebagai berikut:
Pendidikan
Integrasi
a. Anak
luar biasa dianggap sebagai tamu di kelas reguler
b. Anak luar
biasa dapat diterima
bergabung apabila dianggap
mampu menyesuaikan diri dengan kurikulum yang ada
c. Anak luar
biasa lebih sering
belajar di kelas
khusus dan terpisah dengan temannya yang lain hampir
sepanjang hari
d. Seringkali
mengabaikan Aksesibilitas
e. Kadang-kadang
assessmen tidak dilakukan Pendidikan Inklusif
f. Anak berkebutuhan
khusus secara alami
merupakan anggota dari kelas tersebut
g. Tanpa persyaratan (kurikulum berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan individu)
h. Anak belajar
bersama dengan materi
pembelajaran yang disesuaikan dan ramah
i. Aksesibilitas
menjadi bagian yang penting untuk dipertimbangkan
j. Assessmen
dilakukan secara terprogram dan berkesinambungan
Pembelajaran
Yang Ramah Bagi Semua Anak
Proses
pembelajaran yang ramah itu esensinya pada seorang guru yang memahami
setiap siswanya sebagai
individu yang memiliki
keunikan, kemampuan, minat,
kebutuhan, dan karakteristik
yang berbeda-beda.
Pemahaman tersebut sangat
penting dalam menciptakan lingkungan
belajar yang lebih
kondusif bagi semua anak.
Sebuah jawaban
untuk menciptakan proses
pembelajaran yang ramah adalah
dengan mengadaptasi proses
pembelajaran yang selama ini ada
(konvensional) dengan kebutuhan setiap anak. Proses adaptasi ini
berorientasi kepada pembelajaran yang senantiasa bertitik tolak
pada anak (child
center learning) tidak
pada target silabus seperti
pada Kurikulum Nasional
yang harus dicapai. Kurikulum yang
digunakan diharapkan juga
memberikankesempatan dan peluang
yang luas kepada
guru untuk melakukan
modifikasi dan penyesuaian
yang diorientasikan terhadap
kondisi masing-masing murid.
Di samping
itu terciptanya proses
pembelajaran yang ramah memfocus pada active
learning, artinya anak
diberi keleluasaan untuk melakukan
eksplorasi dan mendapatkan
sumber-sumber informasi
secara mudah serta
lebih menekankan pada model kooperatif dan kreatif.
Pembelajaran ini juga mengakar dari landasan norma dan
nilai yang jelas,
yang berasal dari
budaya yang dimiliki oleh anak bukan oleh orang dewasa
dan ruang lingkup pembelajaran individual
senantiasa memberikan kesempatan
kepada anak bekerja berdasarkan
pada tingkat kemampuan dan perkembangannya. Untuk itu, Sapon-Shevin (1994/1995)
dalam Sunardi (2002) mengemukakan lima profil pembelajaran di sekolah inklusif:
· Pendidikan inklusif
berarti menciptakan dan
menjaga komunitas kelas yang
hangat, menerima keanekaragaman, dan
menghargai perbedaan. Guru mempunyai
tanggung jawab menciptakan suasana kelas
yang menampung semua
anak secara penuh dengan menekankan suasana
dan perilaku sosial
yang menghargai perbedaan yang
menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi, suku agama,
dsb.
· Pendidikan inklusif
berarti menerapkan kurikulum
yang multilevel dan multimodalitas. Mengajar
kelas yang memang dibuat heterogen
memerlukan perubahan kurikulum
secara mendasar. Guru di
kelas inklusif secara
konsisten akan bergeser dari pembelajaran yang
kaku, berdasarkan buku
teks, ke pembelajaran yang
banyak melibatkan belajar
yang kooperatif, tematik, berpikir
kritis, pemecahan masalah,
dan assessmen secara autentik.
· Pendidikan inklusif
berarti menyiapkan dan
mendorong guru untuk mengajar
secara interaktif. Perubahan
dalam kurikulum berkaitan erat
dengan perubahan metode
pembelajaran. Model kelas tradisional dimana seorang Guru secara
sendirian berjuang untuk dapat memenuhi
kebutuhan semua anak
di kelas, harus diganti dengan
model murid-murid bekerja
sama, saling mengajar, dan
secara aktif berpartisipasi dalam
pendidikan sendiri dan pendidikan teman temannya. Kaitan
antara pembelajaran kooperatif dan kelas inklusif sekarang jelas; semua
anak berada di satu kelas bukan untuk berkompetisi, tetapi untuk saling belajar
dari yang lain.
· Pendidikan inklusif
berarti penyediaan dorongan
bagi guru dan kelasnya
secara terus menerus
dan penghapusan hambatan
yang berkaitan dengan isolasi profesi. Meskipun guru selalu dikelilingi oleh orang
lain, pekerjaan mengajar
dapat menjadi profsi
yang terisolasi. Aspek penting
dari pendidikan inklusif meliputi pengajaran dengan
tim, kolaborasi dan
konsultasi, dan berbagai cara mengukur keterampilan,
pengetahuan, dan bantuan individu yang bertugas mendidik sekelompok anak.
Kerjasama tim antara guru dengan profesi lain diperlukan, seperti para
profesional, ahli bahasa, orthopedagog, konselor, dokter, psikolog, dsb.
· Pendidikan inklusif
berarti melibatkan orang
tua secara bermakna dalam proses
perencanaan. Pendidikan inklusif
sangat bergantung kepada masukan orang tua pada pendidikan anaknya,
misalnya keterlibatan mereka
dalam penyusunan Program Pengajaran Individual. Terlaksananya
proses pembelajaran yang ramah ini salah satunya didasari oleh
pelaksanaan assessmen yang
terencana.
Assessmen ini adalah
suatu penilaian yang
komprehensif dan melibatkan
anggota tim untuk mengetahui
kelemahan dan kekuatan
anak, yang mana hasil
keputusannya dapat digunakan
untuk menentukan layanan
pendidikan yang dibutuhkan anak dan sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan
pembelajaran. Rancangan pembelajaran yang dimaksud adalah
rancangan pembelajaran yang
didesain sebagai rancangan pendidikan individual atau
IEP (Individualized Educational
Program)yaitu suatu dokumen tertulis yang memadukan individualisasi metode
assessmen dengan individualisasi metode pengajaran.
Robb, Benardoni,
dan Johnson (1972)
dalam Robert M. Smith (1983) mengemukakan
lima maksud utama
yang mengarah kepada assessmen:
· Untuk
mengidentifikasi anak
· Untuk
membuat keputusan tentang penempatan pendidikan
· Untuk
merancang perencanaan individualisasi pendidikan
· Untuk
memonitor kemajuan anak secara individu
· Untuk
mengevaluasi keefektifan program Idealnya
assessmen ini dilakukan
melalui kerjasama lintas sektoral dan
multidisiplin. Selain didasari
oleh pelaksanaan assessmen,
proses pembelajaran yang
ramah, perlu dilandasi
juga oleh kurikulum yang
fleksibel, dan pendekatan pembelajaran yang efektif. Di dalam proses
pembelajaran yang ramah bagi semua anak, kita harus memastikan
bahwa kurikulum yang
digunakan fleksibel dan responsive terhadap
keberagaman kebutuhan semua
peserta didik (ada penyesuaian terhadap
tingkat dan irama
perkembangan individu) dan
tidak sebaliknya (Salamanca, 1994).
Adanya keleluasaan yang mendorong
guru berani melakukan
modifikasi terhadap materi, metode,
maupun penilaian untuk
memfasilitasi kebutuhan
komunikasi, mobilitas, dan
belajar anak, penilaian lebih terbuka
dan menyangkut seluruh
aspek kemampuan siswa
serta menggunakan integrated subject curriculum.
Di negara
kita, peluang yang
ada pada saat
ini untuk memodifikasi kurikulum
cukup terbuka dengan akan diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK),
meskipun hal ini masih
belum mampu memenuhi
sebuah model kurikulum yang fleksibel.
Meskipun demikian paling
tidak elemen-elemen fkleksibilitas sudah
nampak, misalnya mengenai kebijakan
nasional yang diharapkan hanya
kompetensi dasar, sedangkan daerah bahkan termasuk sekolah
diharapkan mampu merumuskan tuntutan kompetensi yang
lebih spesifik dengan
sistem evaluasi yang fleksibel. Sistem evaluasi yangfleksibel
memiliki dua model yaitu dengan tes
yang skoringnya bisa
kuantitatif dan kualitatif
(portofolio), dan penerimaan siswa
tanpa tes serta
ujian dilakukan secara
local bagi tingkat dasar
dengan model sistem
kenaikan kelas secara
otomatis. Dengan demikian peluang
ini bisa kita
manfaatkan untuk menuju pelaksanaan proses pembelajaran
yang ramah bagi
semua anak, karena proses
pembelajarannya senantiasa disesuaikan
dengan kebutuhan dan karakteristik setiap anak. Adapun desain
pembelajaran yang dibutuhkan
adalah yang mampu mengembangkan metode
dan pendekatan yang
sesuai dengan kebutuhan anak, yang mana hal ini bisa diidentifikasi
melalui proses observasi dan
assessmen yang dilakukan
sebelum, selama, ataupun sesudah
proses pembelajaran. Pembelajaran seharusnya muncul di
dalam kelas dimanapun
kelas itu berada
dan bagaimanapun situasinya tanpa
ada seorang individupun
yang dirugikan. Dan untuk
keperluan tersebut diperlukan beberapa pendekatan seperti
berikut ini:
· Pembelajaran
yang aktif (active learning) Model
ini adalah model
pendekatan yang memberi
bantuan kepada anak untuk menemukan berbagai peluang belajar sebagai
wahana bagi dirinya
untuk memperoleh pengetahuan,
misalnya: anak diberi kebebasan
mengeksplorasi berbagai informasi
yang dibutuhkan sesuai dengan
tema pembelajaran, baik
melalui permainan, buku, majalah, surat kabar, ataupun pengalaman anak
itu sendiri.
· Tujuan-tujuan
yang dinegoisasikan (negotiation of objectives)
Merupakan pendekatan yang
memberi peluang terhadap setiap aktivitas pembelajaran
didasarkan kepada minat
dan perhatian 20 dari setiap anak. Dalam hal ini siswa diobservasi dan
diinterview, sehingga guru dapat menyesuaikan model pembelajarannya yang
menyesuaikan antara tujuan
pembelajaran dengan minat
si anak tersebut. Sehingga
rencana pembelajaran itu
akan dirumuskan secara
fleksibel.
· Peragaan, Praktek,
dan Umpan Balik
(demonstration, practice, and
feedback). Merupakan pendekatan yang dapat memunculkan contoh-contoh
model perilaku yang
memberikan peluang kepada
siswa untuk mencontoh dan sekaligus
juga mendorong siswa
untuk meniru, menggunakan
dan sekaligus memberikan
tanggapan langsung terhadap
contoh-contoh model tersebut.
· Evaluasi
yang berkelanjutan (continous evaluation) Melalui pendekatan ini
dapat mendorong kemampuan penelaahan dan
perefleksian siswa terhadap
pembelajaran yang mampu menggambarkan bagaimana
siswa mapu melakukan pembelajaran dan
hasilnya sejauh mana.
Artinya ini merupakan suatu proses
penilaian yang dilakukan
secara terus menerus dan tidak berhenti serta terfocus pada ujian
akhir saja, namun semua proses dilihat
secara seksama, sehingga
guru memperoleh gambaran yang
utuh mengenai kondisi
belajar siswa dari
awal sampai akhir.
· Pemberian
Support Sebuah pendekatan yang
dapat menolong siswa
untuk mampu mengambil berbagai
resiko sebagai wujud
tanggung jawab dari apa
yang dia lakukan.
Dengan demikian dia
memiliki rasa percaya diri yang
positif karena memperoleh
dorongan yang positif pula.
Dukungan ini harus diberikan dalam berbagai model dan bentuk,
misalnya: materi pembelajaran
yang cukup baik, lingkungan pembelajaran
yang ramah, mudah dijangkau
dengan fasilitas yang sangat
aksesible, keikutsertaan pemerintah
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan
inklusif merupakan ideologi dan cita-cita pendidikan di Indonesia dalam rangka mewujudkan
pendidikan untuk semua. Pendidikan inklusif bukan hanya sekedar penerimaan tapi
pelayanan. Dalam pelaksananaannya di sekolah regular dibutuhkan guru yang
unggul, tangguh dan mampu menciptakan iklim kelas yang ramah. Dengan begitu,
seluruh peserta didik akan merasa diakui dan dihargai keberadaannya. Akhirnya,
anak-anak normal (pada umumnya) dan anak berkebuthan khusus (ABK) dibiasakan
hidup berdampingan, sehingga ketika mereka dewasa kelak tidak menimbulkan
pikiran-pikiran yang negatif yang dapat menimbulkan kesenjangan sosial.
Ketika
komunitas sekolah, seperti guru dan anak-anak bekerja bersama-sama untuk
meminimalkan hambatan yang dihadapi anak dalam belajar dan mempromosikan
keikutsertaan dari seluruh anak di sekolah, maka ini merupakan salah satu ciri
dari sekolah yang ramah (Welcoming School). Welcoming School ini telah
diperkuat dalam Pernyataan Salamanca (Salamanca Statement 1994) yang ditetapkan
pada konferensi Dunia tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus tahun 1994 yang
mengakui bahwa “Pendidikan untuk Semua” (Education for All) sebagai suatu
institusi. Hal ini bisa dimaknai bahwa setiap anak dapat belajar (all children
can learn), setiap anak berbeda (each children are different) dan perbedaan itu
merupakan kekuatan (difference ist a strength), dengan demikian kualitas proses
belajar perlu ditingkatkan melalui kerjasama dengan siswa, guru, orang tua, dan
komunitas atau masyarakat.
Seperti
halnya kondisi nyata di sekolah, hampir setiap kelas senantiasa ada sebagian
murid dalam kelas yang membutuhkan perhatian lebih, karena termasuk ABK,
seperti: hambatan penglihatan, atau pendengaran, fisik, atau mental-kecerdasan
atau emosi, atau perilaku-sosial, autis dan lainnya, sehingga mereka
membutuhkan akses fisik dan modifikasi kurikulum serta mengadaptasikan metode
pengajarannya agar semua murid dapat menyesuaikan diri secara efektif dalam
semua kegiatan sekolah.
Di
Sekolah yang Ramah (Welcoming Schools) semua komunitas sekolah mengerti bahwa
tujuan pendidikan adalah sama untuk semua, yaitu semua murid mempunyai hak
untuk merasa aman dan nyaman (to be save and secure), untuk mengembangkan diri
(to develop a sense of self), untuk membuat pilihan (to make choices), untuk
berkomunikasi (to communicate), untuk menjadi bagian dari komunitas (to be part
of a community), untuk mampu hidup dalam situasi dunia yang terus berubah (live
in a changing world), untuk menghadapi banyak transisi dalam hidup, dan untuk
memberi kontribusi yang bernilai (to make valued contributions). (Rahim, 2016)
Pernyataan
Salamanca dan Kerangka Aksi ini menegaskan bahwa: “Sekolah reguler dengan
orientasi inklusif adalah media yang paling efektif untuk memerangi
diskriminasi, menciptakan komunitas yang ramah, membangun suatu masyarakat yang
inklusif dan mencapai pendidikan untuk semua (Pernyataan Salamanca, Artikel 2).
DAFFTAR
PUSTAKA
cynthiadevina. (2016, 01 23). cynthiadevinapynki.
Dipetik 11 05, 2018, dari cynthiadevinapynki.wordpress:
https://cynthiadevinapynki.wordpress.com/2016/06/01/makalah-pendidikan-inklusi/
Rahim, A. (2016).
PENDIDIKAN INKLUSIF SEBAGAI STRATEGI DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN UNTUK SEMUA. Jurnal
Pendidikan Ke-SD-an, 66-71.
Sidiq, R. Z. (-).
PENDIDIKAN INKLUSIF SUATU STRATEGI MENUJU PENDIDIKAN UNTUK SEMUA. Jurnal
Pendidikan Luar Biasa, 1-24.
Komentar
Posting Komentar