INKLUSI SEBAGAI PEMBERI PERHATIAN ANTI DISKRIMINASI


INKLUSI SEBAGAI PEMBERI PERHATIAN ANTI DISKRIMINASI



Kelas
D3

Disusun Oleh :
Isnani Jam’ Iatul Husna

NIM :
1610127720028
           

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS
BANJARMASIN
2018




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Saat ini diperkirakan sepuluh persen dari populasi anak di dunia adalah anak berkebutuhan khusus (Dampingi anak, n.d.). Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia pun terus meningkat, meskipun tidak dapat dipastikan. Dinas Pendidikan Luar Biasa Kementerian Pendidikan Nasional mencatat terdapat 324.000 orang ABK di Indonesia (Pendidikan anak, 3 Maret 2010). Prevalensinya yang tinggi serta kesadaran masyarakat yang semakin meningkat mengenai isu ini membuat ABK semakin mendapatkan perhatian. Direktorat Pendidikan Luar Biasa. Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat istilah anak luar biasa yang kini disebut sebagai anak berkebutuhan khusus masih disalah tafsirkan, yaitu anak luar biasa selalu diartikan sebagai anak berkemampuan unggul atau yang berprestasi yang luar biasa. Padahal pengertian anak luar biasa juga mengacu pada pengertian yaitu anak yang menglami kelainan atau ketunaan.
Selain masyarakat yang masih keliru dalam menafsirkan pengertian anak yang luar biasa, faktor penyebab sehingga anak menjadi anak luar biasa dan karakteristik dari masing-masing jenis anak yang mengalami keluarbisaan. Dalam dunia pendidikan luar biasa seorang anak diartikan sebagai anak luar biasa jika anak ersebut membutuhkan perhatian khusus dan layanan pendidikan yang bersifat khusus oleh guru pendidik atau pembimbing khusus yang berlatar belakang disiplin ilu pendidikan luar biasa atau disiplin ilmu lainnya yang relevan dan memiliki sertifikasi kewenangan dalam mengajar, mendidik, membimbing dan melatih anak luar biasa.
Selain itu dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan baru-baru ini pemerintah menciptakan terobosan baru melalui sekolah inklusif. Pengertian tentang pendidikan inklusif sendiri belum banyak disosialisasikan di Indonesia apalagi tentang bentuk pelaksanaan dan sistem pendidikan tersebut, karena merupakan suatu hal baru. Konsep sekolah inklusif ini yaitu anak-anak dari kalangan berkelainan atau berkebutuhan khusus dapat mengikuti kelas biasa, namun disisi lain merekapun harus mengikuti program khusus sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas mereka. (cynthiadevina, 2016)

B.     Rumusan Masalah
Bagaimanakah pendidikan inklusi sebagai pemberian perhatian khusus kepada kelompok anak rentan diskriminasi

                                   









BAB II
PEMBAHASAN

A.  Inklusi Sebagai Pemberian Perhatian Khusus Kepada Kelompok Anak Rentan Diskriminasi
Kesempatan   untuk   memperoleh   pendidikan   masih   terbatas   atau masih banyak orang yang belum mendapat akses pendidikan. (Sidiq, -)
Kelompok  tertentu  yang  terpinggirkan  seperti  penyandang  cacat (disabled),  etnis  minoritas,  suku  terasing  dan  sebagainya  masih terdiskriminasikan dari pendidikan bersama.
Meskipun   demikian   inplementasi   hasil   dari   konferensi   ini   belum memuaskan,  khususnya  yang  terkait  dengan  para  penyandang  cacat. Para   praktisi   pendidikan   luar   biasa   menyelenggarakan   konferensi pendidikan luar biasa (Special Needs Education) di Salamanca, Spanyol tahun   1994   yang   menghasilkan   Pernyataan   Salamanca (Salamanca Statement). Dalam  pernyataan  Salamanca  inilah  pendidikan  inklusif (Inclusive  Education)  mulai  diperkenalkan  secara  meluas  ke  berbagai negara.
Adapun isi dari pernyataan Salamanca adalah sebagai berikut:
1. Kami,    para    delegasi    Konferensi    Dunia    tentang    Pendidikan Kebutuhan  Khusus  yang  mewakili  sembilan  puluh  dua  pemerintah dan dua  puluh lima organisasi internasional,  yang berkumpul di sini Salamanca,   Spanyol,   dari   tanggal   7-10   Juni   1994,   dengan   ini menegaskan  kembali  komitmen  kami  terhadap  Pendidikan  Untuk Semua,    mengakui    perlunya    dan    mendesaknya    memberikanpendidikan   bagi   anak,   remaja   dan   orang   dewasa   penyandang kebutuhan  pendidikan  khusus  di  dalam  sistem  pendidikan  reguler, dan  selanjutnya  dengan  ini  menyetujui  Kerangka  Aksi mengenai Pendidikan    Kebutuhan    Khusus,    dengan    semangatnya    bahwa ketetapan-ketetapan  serta  rekomendasi-rekomendasinya  diharapkan akan    dijadikan    pedoman    oleh    pemerintah-pemerintah    serta organisasi-organisasi.
2. Kami meyakini dan menyatakan bahwa:
Setiap  anak  mempunyai  hak  mendasar  untuk  memperolehpendidikan,  dan  harus  diberi  kesempatan  untuk  mencapai serta mempertahankan tingkat pengetahuan yang wajar.
Setiap anak mempunyai karakteristik, minat, kemampuan dan kebutuhan belajar yang berbeda-beda
Sistem   pendidikan   seyogyanya   dirancang   dan   program pendidikan dilaksanakan dengan memperhatikan keanekaragaman karakteristik dan kebutuhan tersebut
Mereka   yang   menyandang   kebutuhan   pendidikan   khusus harus   memperoleh   akses   ke   sekolah   reguler   yang   harus mengakomodasi    mereka    dalam    rangka    pedagogi    yang berpusat  pada  diri  anak  yang  dapat  memenuhi  kebutuhan-kebutuhan tersebut
Sekolah reguler dengan orientasi inklusif tersebut merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat   yang  inklusif   dan  mencapai  Pendidikan   bagi Semua;  lebih  jauh,  sekolah  semacam  ini  akan  memberikan pendidikan  yang  lebih  efektif  kepada  mayoritas  anak  dan meningkatkan  efisiensi  dan  pada  akhirnya  akan  menurunkan biaya bagi seluruh sistem pendidikan
3. Kami  meminta  perhatian  semua  pemerintah  dan  mendesak  mereka untuk:
Memberi  prioritas  tertinggi  pada  pengambilan  kebijakan  dan penetapan anggaran untuk meningkatkan sistem pendidikannya  agar  dapat  menginklusikan  semua  anak tanpa memandang perbedaan-perbedaan ataupun kesulitan-kesulitan individual mereka
Menetapkan   prinsip   pendidikan   inklusif   sebagai   undang-undang  atau  kebijakan,  sehingga  semua  anak  ditempatkan  di sekolah  reguler  kecuali bila terdapat alasan  yang  sangat  kuat untuk melakukan lain
Mengembangkan    proyek    percontohan    dan    mendorong pertukaran   pengalaman   dengan   negara-negara   yang   telah berpengalaman dalam menyelenggarakan sekolah inklusif
Menetapkan   mekanisme   partisipasi   yang   terdesentralisasi untuk  membuat  perencanaan,  memantau  dan  mengevaluasi kondisi pendidikan bagi anak serta orang dewasa penyandang kebutuhan pendidikan khusus
Mendorong    dan    memfasilitasi    partisipasi    orang    tua, masyarakat  dan  organisasi  para  penyandang  cacat  dalam perencanaan    dan    proses    pembuatan    keputusan    yang menyangkut masalah pendidikan kebutuhan khusus
Melakukan  upaya  yang  lebih  besar  dalam  merumuskan  dan melaksanakan  strategi  identifikasi  dan  penanggulangan  dini, maupun   dalam   aspek-aspek   vokasional   dari   pendidikaninklusif
Demi  berlangsungnya  perubahan  sistemik,  menjamin  agar program  pendidikan  guru,  baik  pendidikan  pradinas  maupun         dalam   dinas,   membahas   masalah   pendidikan   kebutuhan khusus di sekolah inklusif
4. Kami   juga   meminta   perhatian   masyarakat   internasional;   secara khusus kami meminta perhatian:
Pemerintah-pemerintah  yang mempunyai program kerjasama internasional  dan  lembaga-lembaga  pendanaan  internasional, terutama  para  sponsor  Konferensi  Dunia  tentang  Pendidikan untuk  Semua,  Organisasi  Pendidikan,  Ilmu  Pengetahuan  dan Kebudayaan  Perserikatan  Bangsa-Bangsa  (UNESCO),  Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEP), Program Pembangunan   Perserikatan   Bangsa-Bangsa   (UNDP)   dan Bank Dunia:
-    agar  mendukung  pendekatan  pendidikan  inklusif  serta mendukung pengembangan pendidikan kebutuhan khusus sebagai   bagian   yang   integral   dari   semua   program pendidikan;
-      Perserikatan   Bangsa-Bangsa   beserta   lembaga-lembaga Spesialisasinya,  terutama  Organisasi  Buruh  Internasional (ILO),  Organisasi  Kesehatan  Dunia  (WHO),  UNESCO dan UNICEP;
-      agar  memperkuat  masukan-masukannya  bagi  terjalinnya kerjasama   teknis,   serta   memperkuat   kerjasama   dan jaringan   kerjanya   agar   tercipta   dukungan   yang   lebihefiisien  terhadap  penyelenggaraan  pendidikan  kebutuhan khusus yang lebih luas dan lebih terintegrasi; 
• Organisasi-organisasi   non-pemerintah   yang   terlibat dalam perencanaan nasional dan penyaluran pelayanan:
-   agar   memperkuat   kerjasamanya   dengan   badan-badan nasional pemerintah dan agar mengintensifkan keterlibatannya   dalam   perencanaan,   pelaksanaan   dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pendidikan kebutuhan khusus secara inklusif;
• UNESCO,   sebagai   lembaga   Perserikatan   Bangsa-Bangsa yang menangani pendidikan:
-  agar menjamin bahwa pendidikan kebutuhan khusus selalu merupakan    bagian    dari    setiap    diskusi    mengenai Pendidikan untuk Semua dalam berbagai forum,
-    agar  memobilisasi  dukungan  dari  organisasi-organisasi profesi  keguruan  dalam  hal-hal  yang  berkaitan  dengan peningkatan  pendidikan  guru  mengenai  penyelenggaraan pendidikan kebutuhan khusus
 - agar menstimulasi masyarakat akademis untuk meningkatkan kegiatan penelitian dan jaringan kerja serta membentuk    pusat-pusat    informasi    dan    dokumentasi regional;  juga  agar  berfungsi  sebagai  pusat  penerangan bagi kegiatan-kegiatan tersebut dan agar menyebarluaskan  hasil-hasil  serta  kemajuan  yang  telah dicapai pada tingkat negara dalam upaya mengimplementasikan deklarasi ini;
-    agar   memobilisasi   dana   melalui   perluasan   programpenyelenggaraan  sekolah-sekolah  inklusif  dan  program dukungan  masyarakat  dalam  rencaana  jangka  menengah (1996-2002),  yang  akan  memungkinkan  diluncurkannya proyek   perintis   guna   mempertunjukkan   pendekatan-pendekatan  baru  dalam  upaya  penyebarluasan  informasi, serta untuk mengembangkan indikator-indikator mengenai  perlunya  pendidikan   kebutuhan  khusus  dan penyelenggaraannya.
 (Ditetapkan secara aklamasi, di kota Salamanca, Spanyol  pada tanggal 10 Juni 1994) Mulai  tahun  1994  inilah  beberapa  negara  mulai  melakukan  inisiatif untuk  mensosialisasikan  gagasan  pendidikan  inklusif  ini.  Para  tahun 2000  Forum  Pendidikan  Dunia  di Dakkar Senegal menegaskan  kembali bahwa  setiap  anak,  remaja, dan  semua  orang  dewasa  mempunyai  hak (Hak  Azasi)  untuk  memperoileh  keuntungan  dan  manfaat  dari  proses pendidikan  yang  diarahkan  pada  pemenuhan  semua  kebutuhan  dasar pembelajaran (basic  learning  needs) setiap  individu. 
Forum  dunia  ini sepakat untuk mencapai enam tujuan pokok sebagai berikut:
1. Meningkatkan    dan    memperluas    pendidikan    anak-anak    secara menyeluruh, terutama bagi anak-anak yang kurang beruntung.
2. Semua anak-anak pada tahun 2015 khususnya perempuan, anak-anak dengan  kondisi  yang  memprihatinkan  dan  yang  merupakan  etnis minoritas  harus  bisa  memperoleh  dan  menempuh  pendidikan  dasar berkualitas baik secara cuma-cuma.
3. Program  yang  bersifat  keahlian  dan  tepat  guna  akan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran bagi anak-anak dan orang dewasa.
4. Pada  tahun  2015  diharapkan  ada  peningkatan  sekitar 50%  untuk tingkat  baca  tulis  orang  dewasa,  khususnya  wanita, dan  akses  yang menjungjung  keseimbangan  akan  pendidikan  yang  berlanjut  untuk semua orang dewasa.
5. Menghilangkan  isu  jender  dalam  pendidikan  dasar  dan  menengah  pada   tahun   2005   dan   mencapai   keseimbangan   jender   dalam pendidikan  pada  tahun  2015.  hal  ini  akan  berfokus  pada  akses seimbang  dan  menyeluruh  untuk  wanita  dalam  pendidikan  dasar yang berkualitas baik.
Memperbaiki   semua   aspek   dalam   kualitas   pendidikan   sehingga semua  hasilnya  bisa  dinikmati  oleh  semua  pihak,  terutama  dalam baca tulis, menghitung dan keterampilan siap pakai.Dari  enam  kerangka  aksi  tersebut  mengandung  implikasi  bahwa  setiap negara  memiliki  kewajiban  untuk  menjamin  bahwa  tujuan  dan  target pendidikan   untuk   semua   (Education   For   All) dapat   tercapai   dan terjamin  keberlangsungannya.  Kata  semua  anak  secara  literal  dan  jelas ditunjukkan  untuk  semua,  juga  bagi  anak-anak  dengan  keadaan  yang kurang  beruntung  yang  pada  akhirnya  memerlukan  kebutuhan  khusus. Sementara  implikasi  terhadap  pembelajaran  adalah  bahwa  diharapkan pembelajaran dan proses pengajaran bernuansa ramah dan menyenangkan bagi siswa maupun terhadap gurunya dengan motto Well Coming School and Well Coming Teacher.
Namun  meskipun  perkembangan  pendidikan  dan  peningkatan  mutu pendidikan  demikian  pesat,  tapi  ternyata  ini  belum mampu  menjangkau kepada  semua  kebutuhan  dari  peserta  didik  terutama mereka   yang tergolong kelompok minoritas dan terabaikan. Program pendidikan bagi kelompok  seperti  ini  biasanya  dilakukan  dalam  seting  yang  terpisah bahkan dalam institusi yang terpisah pula. Melalui pendidikan inklusif inilah muncul harapan dan kemungkinan mereka  memperoleh  kesempatan pendidikan  bersama  dengan  teman-teman sebayanya secara lebih inklusif (tidak terpisahkan).

B. PEMBAHASAN
Pengertian Inklusif
Pendidikan  inklusif  merupakan Filosofi  Pendidikan,  bukan  istilah kebijakan  atau  legislasi  dalam  pendidikan,  yang  memungkinkan  semua peserta  didik  memperoleh  pendidikan  yang  terbaik.  Pendidikan  inklusif merujuk pada kebutuhan belajar semua peserta didik, dengan suatu focus spesifik    pada    mereka    yang    rentan    terhadap    marjinaliasasi    dan pemisahan.    Dengan    pendidikan    inklusif    berarti    sekolah    harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial,  emosi,  bahasa,  atau  kondisi  lainnya  dengan dasar  layanan  yang kooperatif,    toleransi,    penerimaan,    dan    fleksibilitas.    Dan    bukan pendidikan   yang   seperti   sekarang   ini   yang   lebih   mengandalkan kompetisi  sesama  anak  dengan  sebuah  lingkungan  yang  dibatasi (List Restrictive Environment) akan tetapi sebuah kondisi yang berkompetisi dengan  dirinya  sendiri  dengan  lingkungan  yang  menumbuhkan  anak untuk lebih berkembang (More Enabling Environment).
Dengan    demikian    pendidikan    inklusif    berarti    sekolah    harus mengakomodasikan   semua   anak   tanpa   memandang   kondisi   fisik, intelektual,  sosial,  emosional,  linguistik  atau  kondisi  lainnya.  Ini  harus mencakup anak-anak penyandang cacat dan berbakat, anak-anak jalanan dan  pekerja,  anak-anak  yang  berasal  dari  populasi  terpencil  atau  yang berpindah-pindah,  anak-anak  dari  kelompok  etnis  minoritas,  linguistik atau  budaya   dan  anak-anak  dari   area   atau   kelompok   yang   kurang beruntung  atau  dimarjinalisasi  (Pernyataan  Salamanca  dan  Kerangka Aksi tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus, para 3).
Menurut  Stainback  dan  Stainback  (1990)  sekolah  yang  inklusif  adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan  program  pendidikan  yang  layak,  menantang,  tetapi  sesuai dengan  kemampuan  dan  kebutuhan  setiap  murid  maupun bantuan  dan dukungan  yang  dapat diberikan oleh  para  guru  agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah yang inklusif juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan  guru  dan  teman  sebayanya,  maupun  anggota  masyarakat  lain agar kebutuhan individualnya terpenuhi. 
Menurut  Juang Sunanto (2003)  pendidikan inklusif bukan semata-mata memasukkan   anak   luar   biasa   ke   sekolah   umum,   namun   justru berorientasi  bagaimana  layanan  pendidikan  ini  diberikan  dalam  rangka memenuhi kebutuhan setiap anak dengan keunikan dan keragaman yang secara  alamiah  telah  mereka miliki.  Pendidikan  inklusif  dapat  diartikan bagaimana  layanan  pendidikan  ini  sangat  berarti  dalam  pengembangan potensi dan kompetensi semua anak yang berbeda-beda sehingga mereka dapat berkembang secara optimal sesuai dengan irama perkembangannya.  Dengan  seting pembelajarannya  di  ciptakan  ramah dan menyenangkan. Menurut    Staub    dan    Peck    (1994/1995)    dalam    Sunardi   (2002) mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan anak luar biasa tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas biasa.
Dengan  demikian,  jika  dipakai  pengertian  tersebut  di  atas  bahwa  yang dikatakan  pendidikan  inklusif  adalah  semua  anak  berkebutuhan  khusus harus belajar di kelas yang sama dengan teman sebayannya.
Inti  pendidikan  inklusif  adalah  hak  azasi  manusia  atas  pendidikan, diumumkan pada  Deklarasi Hak Azasi  Manusia tahun 1949.  yang  sama pentingnya adalah hak anak agar tidak didiskriminasikan, dimuat dalam Artikel  2  Konvensi  Hak  Anak  (PBB,  1989).  Suatu  konsekuensi  logis dari hak ini adalah bahwa semua anak mempunyai hak untuk menerima etnis,   agama,  bahasa,   jenis   kelamin,   kemampuan   dan lain-lain. contoh  penyebab  munculnya  kebutuhan  khusus  dari  diri  sendiri  adalah kecacatan  (disability).  Sedangkan  kebutuhan  khusus yang  berasal  dari lingkungan  misalnya  anak  mengalami  kesulitan  belajar  karena  tidak dapat  berkonsentrasi  dengan  baik  dan  penyebabnya  mungkin  suasana tempat belajar yang tidak nyaman.
Di samping itu, kebutuhan khusus juga dapat dibedakan menjadi:
a.kebutuhan khusus umum
b.kebutuhan khusus individu
c.kebutuhan khusus kecacatan
Kebutuhan  khusus  umum  adalah  kebutuhan  khusus  yang secara  umum dapat  terjadi  pada  siapapun  misalnya  karena  sakit  tidak  bisa  belajar dengan  baik.  Sedangkan  kebutuhan  khusus  individu  adalah  kebutuhan yang  sangat  khas  yang  dimiliki  oleh  seorang  anak,  misalnya  seseorang tidak  bisa  belajar  kalau  tidak  sambil  mendengarkan musik.  Kebutuhan khusus  kecacatan  adalah  kebutuhan  khusus  yang  ada  akibat  kecacatan, misalnya  kebutuhan  berbicara dengan bahasa isyarat dan artikulasi bagi anak  tunarungu,  kebutuhan  pengajaran  menolong  diri sendiri  pada  anak tunagrahita.
Alasan Perlunya Inklusif
Menurut  pusat  studi  pendidikan  inklusif  di  Inggris (Juang  Sunanto, 2003) ada sepuluh alasan yang mendasari pendidikan inklusif, Yaitu:
a.       semua anak mempunyai hak untuk belajar bersama
b.      anak-anak   tidak   perlu   diperlakukan   diskriminatif   dengan dipisahkan dari kelompok lain karena kecacatannya
c.       para   penyandang  cacat   yang  telah   lulus   dari  pendidikan segregrasi menuntut segera diakhirinya sistem segregrasi
d.      tidak ada alasan yang sah untuk memisahkan pendidikan bagi anak  cacat,  karena  setiap  orang  memiliki  kekurangan  dan kelebihan masing-masing
e.       banyak    hasil    penelitian    menunjukkan    bahwa    prestasi akademik  dan  sosial  anak  cacat  yang  sekolah  di  sekolah integrasi lebih baik dari pada di sekolah umum
f.       tidak  ada  pengajaran  di  sekolah  segregasi  yang  tidak  dapat       dilaksanakan di sekolah mum
g.      dengan   komitmen   dan   dukungan   yang   baik   pendidikan inklusif lebih efisien dalam penggunaan sumber belajar
h.      sistem   segregasi   dapat   membuat   anak   menjadi   banyak prasangka dan rasa cemas (tidak nyaman)
i.        semua anak memerlukan pendidikan yang membantu mereka berkembang untuk hidup dalam masyarakat yang normal
j.        hanya  sistem  inklusiflah  yang  berpotensi  untuk  mengurangi rasa   kehawatiran,   membangun   rasa   persahabatan,   saling menghargai dan memahami.
Di  dalam  pernyataan  Salamanca  disebutkan  bahwa,  setiap  individu memiliki   hak   untuk   mendapatkan   pendidikan   dalam   lingkungan keluarga,    sekolah,    dan    masyarakat    dimana    ia    berada tanpa memperhatikan   berbagai   kesulitan   dan   perbedaan-perbedaan   yang mereka  miliki. Pada bagian lain  dinyatakan pula  bahwa sekolah dengan orientasi    inklusif    adalah    sebuah    langkah    yang    efektif    untuk menghilangkan  terjadinya  sikap-sikap  yang  diskriminatif,  menciptakan masyarakat  terbuka,  membangun  masyarakat  yang  inklusif  dan  mampu mencapai  pendidikan  untuk  semua,  bahkan  akan  mampu memberikan pendidikan  bagi  mayoritas  anak  serta  mampu  meningkatkan  efisiensi dan  meningkatkan efektifitas pemanfaatan dana di  dalam sebuah sistem pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan inklusif akan mampu mendorong terjadinya perubahan   sikap   lebih   positif   dari   peserta   didik   terhadap   adanya perbedaan melalui pendidikan  yang dilakukan secara bersama-sama dan pada  akhirnya  akan  mampu  membentuk  sebuah  kelompok masyarakat yang tidak diskriminatif dan akomodatif kepada semua orang.
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan pendidikan inklusif, antara lain:
a. Bagi siswa
1. Sejak  dini  siswa  memiliki  pemahaman  yang  baik  terhadap adanya perbedaan dan keberagaman
2. Munculnya   sikap   empati   pada   siswa   terdorong   secara alamiah
3. Munculnya budaya saling menghargai dan menghormati pada siswa
4. Menurunkan  terjadinya  stigma  dan  labeling  kepada  semua anak dan khususnya pada anak tertentu
5. Timbulnya  budaya  kooperatif  dan  kolaboratif  pada  siswa sehingga memungkinkan adanya saling bantu satu sama lain
b. Bagi Guru
1. Lebih  tertantang  untuk  mengembangkan  berbagai  metode dalam mensiasati pembelajaran
2. Bertambahnya  kemampuan  dan  pengetahuan  guru  tentang keberagaman  siswa  termasuk  keunikan,  karakteristik,  dan sekaligus kebutuhannya
3. Terjalinnya  komunikasi  dan  kolaborasi  kemitraan  antar  guru (Guru reguler dan Guru khusus) dan dengan ahli lainnya )
4. Bertambahnya pemahaman tentang siswa
5. Berkurangnya stigma dan labeling terhadap anak berkebutuhan khusus yang dilakukan  oleh guru
6. Menumbuhkan  sikap  empati  terhadap  siswa,  termasuk  anak berkebutuhan khusus
c. Bagi Otoritas Pendidikan
1.Memberikan   kontribusi   yang   sangat   besar   bagi   program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
2.Memberikan  peluang  terjadinya  pemerataan  pendidikan  bagi semua kelompok masyarakat
3.Menggunakan biaya yang relatif lebih efisien
4.Mengakomodasi kebutuhan masyarakat
5.Meningkatkan kualitas layanan pendidikan
4.Perbedaan Pendidikan Inklusif dan Pendidikan Integrasi Pendidikan  luar   biasa   (special   education)   berkecimpung   dengan peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus karena adanya kecacatan.
Dengan  kata  lain  anak  berkebutuhan  khusus  yang  berkaitan  dengan kecacatan  menjadi  focus  perhatian  pendidikan  luar  biasa.  Berkaitan dengan   konsep   pendidikan   inklusif   pendidikan   luar   biasa   sangat berkepentingan   karena   penyandang   cacat   adalah   salah   satu   subyek pendidikan  inklusif.  Meskipun  demikian  pendidikan  inklusif  bukanlah semata-mata  urusan  pendidikan  luar  biasa  tetapi  urusan  pendidikan secara umum.
Konsep  pendidikan  integrasi  terfokus  pada  persoalan menyatukan atau  menggabungkan  antara  pendidikan  luar  biasa  dengan  pendidikan reguler.  Konsep  integrasi  berdekatan  dengan  konsep mainstreaming yang   terfokus   pada   program   pengajaran   khusus   (tersendiri)   bagi penyandang   cacat   dalam   rangka   mempersiapkan   anak   memasuki pendidikan  reguler.  Dengan  kata  lain  pendidikan  integrasi  berorientasi mengubah  anak  untuk  menyesuaikan  dengan  sistem  yang  ada.  Berbeda dengan  pendidikan  inklusif  yang  berorientasi  pada  perubahan  sistem untuk mengakomodasi anak dalam segala keadaan.
Selain  perbedaan  tersebut  di  atas  dapat  dikemukakan  perbedaan-perbedaan lain sebagai berikut:
Pendidikan Integrasi
a.    Anak luar biasa dianggap sebagai tamu di kelas reguler
b.    Anak  luar  biasa  dapat  diterima  bergabung  apabila  dianggap  mampu menyesuaikan diri dengan kurikulum yang ada
c.    Anak  luar  biasa  lebih  sering  belajar  di  kelas  khusus  dan  terpisah dengan temannya yang lain hampir sepanjang hari
d.   Seringkali mengabaikan Aksesibilitas
e.    Kadang-kadang assessmen tidak dilakukan Pendidikan Inklusif
f.     Anak  berkebutuhan  khusus  secara  alami  merupakan  anggota  dari kelas tersebut
g.    Tanpa    persyaratan    (kurikulum    berorientasi    pada    pemenuhan kebutuhan individu)
h.    Anak     belajar     bersama     dengan     materi     pembelajaran     yang  disesuaikan dan ramah
i.      Aksesibilitas menjadi bagian yang penting untuk dipertimbangkan
j.      Assessmen dilakukan secara terprogram dan berkesinambungan

Pembelajaran Yang Ramah Bagi Semua Anak
Proses pembelajaran yang ramah itu esensinya pada seorang guru yang  memahami  setiap  siswanya  sebagai  individu  yang memiliki keunikan,  kemampuan,  minat,  kebutuhan,  dan  karakteristik  yang berbeda-beda.     Pemahaman     tersebut     sangat     penting     dalam menciptakan  lingkungan  belajar  yang  lebih  kondusif bagi  semua anak.
Sebuah  jawaban  untuk  menciptakan  proses  pembelajaran  yang ramah   adalah   dengan   mengadaptasi   proses   pembelajaran   yang selama ini ada (konvensional) dengan kebutuhan setiap anak. Proses adaptasi   ini   berorientasi   kepada   pembelajaran   yang senantiasa bertitik  tolak  pada  anak  (child  center  learning)  tidak  pada  target silabus   seperti   pada   Kurikulum   Nasional   yang   harus dicapai. Kurikulum     yang     digunakan     diharapkan     juga     memberikankesempatan  dan  peluang  yang  luas  kepada  guru  untuk melakukan modifikasi  dan  penyesuaian  yang  diorientasikan  terhadap  kondisi masing-masing murid.
Di  samping  itu  terciptanya  proses  pembelajaran  yang  ramah memfocus  pada active  learning,  artinya  anak  diberi  keleluasaan untuk   melakukan   eksplorasi   dan   mendapatkan   sumber-sumber informasi   secara   mudah   serta   lebih   menekankan   pada model kooperatif dan kreatif. Pembelajaran ini juga mengakar dari landasan norma  dan  nilai  yang  jelas,  yang  berasal  dari  budaya  yang  dimiliki oleh anak bukan oleh orang dewasa dan ruang lingkup pembelajaran individual  senantiasa  memberikan  kesempatan  kepada anak  bekerja berdasarkan pada tingkat kemampuan dan perkembangannya. Untuk itu, Sapon-Shevin (1994/1995) dalam Sunardi (2002) mengemukakan lima profil pembelajaran di sekolah inklusif:
·      Pendidikan  inklusif  berarti  menciptakan  dan  menjaga  komunitas kelas  yang  hangat,  menerima  keanekaragaman,  dan  menghargai perbedaan.   Guru   mempunyai   tanggung   jawab   menciptakan suasana   kelas   yang  menampung   semua   anak   secara   penuh dengan    menekankan    suasana    dan    perilaku    sosial    yang menghargai  perbedaan  yang  menyangkut  kemampuan,  kondisi fisik, sosial ekonomi, suku agama, dsb.
·      Pendidikan    inklusif    berarti    menerapkan    kurikulum    yang multilevel  dan  multimodalitas.  Mengajar  kelas  yang memang dibuat   heterogen   memerlukan   perubahan   kurikulum   secara mendasar.  Guru  di  kelas  inklusif  secara  konsisten  akan  bergeser dari   pembelajaran   yang   kaku,   berdasarkan   buku   teks,  ke pembelajaran  yang  banyak  melibatkan  belajar  yang  kooperatif, tematik,   berpikir   kritis,   pemecahan   masalah,   dan   assessmen secara autentik.
·      Pendidikan  inklusif  berarti  menyiapkan  dan  mendorong  guru untuk  mengajar  secara  interaktif.  Perubahan  dalam  kurikulum berkaitan  erat  dengan  perubahan  metode  pembelajaran. Model kelas tradisional dimana seorang Guru secara sendirian berjuang untuk  dapat  memenuhi  kebutuhan  semua  anak  di  kelas,  harus diganti    dengan    model    murid-murid    bekerja    sama,    saling mengajar,   dan   secara   aktif   berpartisipasi   dalam   pendidikan sendiri    dan    pendidikan    teman temannya.     Kaitan    antara pembelajaran kooperatif dan kelas inklusif sekarang jelas; semua anak berada di satu kelas bukan untuk berkompetisi, tetapi untuk saling belajar dari yang lain.
·      Pendidikan  inklusif  berarti  penyediaan  dorongan  bagi  guru  dan kelasnya  secara  terus  menerus  dan  penghapusan  hambatan  yang berkaitan dengan isolasi profesi. Meskipun guru selalu dikelilingi oleh  orang  lain,  pekerjaan  mengajar  dapat  menjadi  profsi  yang terisolasi.   Aspek   penting   dari   pendidikan   inklusif meliputi pengajaran  dengan  tim,  kolaborasi  dan  konsultasi,  dan  berbagai cara mengukur keterampilan, pengetahuan, dan bantuan individu yang bertugas mendidik sekelompok anak. Kerjasama tim antara guru dengan profesi lain diperlukan, seperti para profesional, ahli bahasa, orthopedagog, konselor, dokter, psikolog, dsb.
·      Pendidikan    inklusif    berarti    melibatkan    orang    tua    secara bermakna  dalam  proses  perencanaan.  Pendidikan  inklusif  sangat bergantung kepada masukan orang tua pada pendidikan anaknya, misalnya   keterlibatan   mereka   dalam   penyusunan   Program Pengajaran Individual. Terlaksananya proses pembelajaran yang ramah ini salah satunya didasari  oleh  pelaksanaan  assessmen  yang  terencana.
Assessmen  ini adalah  suatu  penilaian  yang  komprehensif  dan  melibatkan  anggota tim  untuk  mengetahui  kelemahan  dan  kekuatan  anak,  yang  mana hasil   keputusannya   dapat   digunakan   untuk   menentukan layanan pendidikan yang dibutuhkan anak dan sebagai dasar untuk menyusun suatu   rancangan   pembelajaran.   Rancangan   pembelajaran   yang dimaksud  adalah  rancangan  pembelajaran  yang  didesain  sebagai rancangan     pendidikan     individual     atau     IEP     (Individualized Educational Program)yaitu suatu dokumen tertulis yang memadukan individualisasi   metode   assessmen   dengan   individualisasi   metode pengajaran.
Robb,  Benardoni,  dan  Johnson  (1972)  dalam  Robert  M. Smith (1983)  mengemukakan  lima  maksud  utama  yang  mengarah  kepada assessmen:
·      Untuk mengidentifikasi anak
·      Untuk membuat keputusan tentang penempatan pendidikan
·      Untuk merancang perencanaan individualisasi pendidikan
·      Untuk memonitor kemajuan anak secara individu
·      Untuk mengevaluasi keefektifan program Idealnya  assessmen  ini  dilakukan  melalui  kerjasama lintas  sektoral dan   multidisiplin.   Selain   didasari   oleh   pelaksanaan assessmen, proses   pembelajaran   yang   ramah,   perlu   dilandasi   juga   oleh kurikulum yang fleksibel, dan pendekatan pembelajaran yang efektif. Di dalam proses pembelajaran yang ramah bagi semua anak, kita harus  memastikan  bahwa  kurikulum  yang  digunakan  fleksibel  dan responsive  terhadap  keberagaman  kebutuhan  semua  peserta  didik (ada    penyesuaian    terhadap    tingkat   dan   irama    perkembangan individu)    dan    tidak    sebaliknya   (Salamanca,    1994).    Adanya keleluasaan  yang  mendorong  guru  berani  melakukan  modifikasi terhadap   materi,   metode,   maupun   penilaian   untuk   memfasilitasi kebutuhan  komunikasi,  mobilitas,  dan  belajar  anak, penilaian  lebih terbuka  dan  menyangkut  seluruh  aspek  kemampuan  siswa  serta menggunakan integrated subject curriculum.
Di   negara   kita,   peluang   yang   ada   pada   saat   ini   untuk memodifikasi kurikulum cukup terbuka dengan akan diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), meskipun hal  ini  masih  belum  mampu  memenuhi  sebuah  model  kurikulum yang   fleksibel.   Meskipun   demikian   paling   tidak   elemen-elemen fkleksibilitas  sudah  nampak, misalnya  mengenai  kebijakan  nasional yang diharapkan hanya  kompetensi dasar, sedangkan daerah bahkan termasuk    sekolah    diharapkan    mampu    merumuskan    tuntutan kompetensi   yang   lebih   spesifik   dengan   sistem   evaluasi   yang fleksibel. Sistem evaluasi yangfleksibel memiliki dua model yaitu dengan tes  yang  skoringnya  bisa  kuantitatif  dan  kualitatif  (portofolio),  dan penerimaan  siswa  tanpa  tes  serta  ujian  dilakukan  secara  local  bagi tingkat  dasar  dengan  model  sistem  kenaikan  kelas  secara  otomatis. Dengan  demikian  peluang  ini  bisa  kita  manfaatkan  untuk  menuju pelaksanaan proses  pembelajaran  yang  ramah  bagi  semua  anak, karena   proses   pembelajarannya   senantiasa   disesuaikan   dengan kebutuhan dan karakteristik setiap anak. Adapun   desain   pembelajaran   yang   dibutuhkan   adalah   yang mampu   mengembangkan   metode   dan   pendekatan   yang   sesuai dengan kebutuhan anak, yang mana hal ini bisa diidentifikasi melalui proses  observasi  dan  assessmen  yang  dilakukan  sebelum,  selama, ataupun   sesudah   proses   pembelajaran.   Pembelajaran   seharusnya muncul    di    dalam   kelas    dimanapun    kelas    itu    berada    dan bagaimanapun   situasinya   tanpa   ada   seorang   individupun   yang dirugikan.   Dan   untuk   keperluan   tersebut   diperlukan beberapa pendekatan seperti berikut ini:
·      Pembelajaran yang aktif (active learning) Model  ini  adalah  model  pendekatan   yang   memberi  bantuan kepada anak untuk menemukan berbagai peluang belajar sebagai wahana  bagi  dirinya  untuk  memperoleh  pengetahuan,  misalnya: anak  diberi  kebebasan  mengeksplorasi  berbagai  informasi  yang dibutuhkan   sesuai   dengan   tema   pembelajaran,   baik   melalui permainan, buku, majalah, surat kabar, ataupun pengalaman anak itu sendiri.
·      Tujuan-tujuan yang dinegoisasikan (negotiation of objectives)  Merupakan  pendekatan  yang  memberi  peluang  terhadap setiap aktivitas  pembelajaran  didasarkan  kepada  minat  dan perhatian 20 dari setiap anak. Dalam hal ini siswa diobservasi dan diinterview, sehingga guru dapat menyesuaikan model pembelajarannya yang menyesuaikan  antara  tujuan  pembelajaran  dengan  minat  si  anak tersebut.  Sehingga  rencana  pembelajaran  itu  akan  dirumuskan secara fleksibel. 
·      Peragaan,  Praktek,  dan  Umpan  Balik  (demonstration, practice, and  feedback). Merupakan pendekatan yang dapat memunculkan contoh-contoh model  perilaku  yang  memberikan  peluang  kepada  siswa untuk mencontoh  dan  sekaligus  juga  mendorong  siswa  untuk meniru, menggunakan  dan  sekaligus  memberikan  tanggapan  langsung terhadap contoh-contoh model tersebut.
·      Evaluasi yang berkelanjutan (continous evaluation) Melalui     pendekatan     ini     dapat     mendorong     kemampuan penelaahan  dan  perefleksian  siswa  terhadap  pembelajaran  yang mampu   menggambarkan   bagaimana   siswa   mapu   melakukan pembelajaran  dan  hasilnya  sejauh  mana.  Artinya  ini merupakan suatu  proses  penilaian  yang  dilakukan  secara  terus menerus  dan tidak berhenti serta terfocus pada ujian akhir  saja, namun semua proses   dilihat   secara   seksama,   sehingga   guru   memperoleh gambaran  yang  utuh  mengenai  kondisi  belajar  siswa  dari  awal sampai akhir.
·      Pemberian Support Sebuah  pendekatan  yang  dapat  menolong  siswa  untuk  mampu mengambil  berbagai  resiko  sebagai  wujud  tanggung  jawab  dari apa   yang   dia   lakukan.   Dengan   demikian   dia   memiliki rasa percaya  diri  yang  positif  karena  memperoleh  dorongan  yang positif pula. Dukungan ini harus diberikan dalam berbagai model dan  bentuk,  misalnya:  materi  pembelajaran  yang  cukup  baik, lingkungan  pembelajaran  yang  ramah, mudah  dijangkau  dengan fasilitas    yang    sangat    aksesible,    keikutsertaan    pemerintah




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pendidikan inklusif merupakan ideologi dan cita-cita pendidikan di Indonesia dalam rangka mewujudkan pendidikan untuk semua. Pendidikan inklusif bukan hanya sekedar penerimaan tapi pelayanan. Dalam pelaksananaannya di sekolah regular dibutuhkan guru yang unggul, tangguh dan mampu menciptakan iklim kelas yang ramah. Dengan begitu, seluruh peserta didik akan merasa diakui dan dihargai keberadaannya. Akhirnya, anak-anak normal (pada umumnya) dan anak berkebuthan khusus (ABK) dibiasakan hidup berdampingan, sehingga ketika mereka dewasa kelak tidak menimbulkan pikiran-pikiran yang negatif yang dapat menimbulkan kesenjangan sosial.
Ketika komunitas sekolah, seperti guru dan anak-anak bekerja bersama-sama untuk meminimalkan hambatan yang dihadapi anak dalam belajar dan mempromosikan keikutsertaan dari seluruh anak di sekolah, maka ini merupakan salah satu ciri dari sekolah yang ramah (Welcoming School). Welcoming School ini telah diperkuat dalam Pernyataan Salamanca (Salamanca Statement 1994) yang ditetapkan pada konferensi Dunia tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus tahun 1994 yang mengakui bahwa “Pendidikan untuk Semua” (Education for All) sebagai suatu institusi. Hal ini bisa dimaknai bahwa setiap anak dapat belajar (all children can learn), setiap anak berbeda (each children are different) dan perbedaan itu merupakan kekuatan (difference ist a strength), dengan demikian kualitas proses belajar perlu ditingkatkan melalui kerjasama dengan siswa, guru, orang tua, dan komunitas atau masyarakat.
Seperti halnya kondisi nyata di sekolah, hampir setiap kelas senantiasa ada sebagian murid dalam kelas yang membutuhkan perhatian lebih, karena termasuk ABK, seperti: hambatan penglihatan, atau pendengaran, fisik, atau mental-kecerdasan atau emosi, atau perilaku-sosial, autis dan lainnya, sehingga mereka membutuhkan akses fisik dan modifikasi kurikulum serta mengadaptasikan metode pengajarannya agar semua murid dapat menyesuaikan diri secara efektif dalam semua kegiatan sekolah.
Di Sekolah yang Ramah (Welcoming Schools) semua komunitas sekolah mengerti bahwa tujuan pendidikan adalah sama untuk semua, yaitu semua murid mempunyai hak untuk merasa aman dan nyaman (to be save and secure), untuk mengembangkan diri (to develop a sense of self), untuk membuat pilihan (to make choices), untuk berkomunikasi (to communicate), untuk menjadi bagian dari komunitas (to be part of a community), untuk mampu hidup dalam situasi dunia yang terus berubah (live in a changing world), untuk menghadapi banyak transisi dalam hidup, dan untuk memberi kontribusi yang bernilai (to make valued contributions). (Rahim, 2016)
Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi ini menegaskan bahwa: “Sekolah reguler dengan orientasi inklusif adalah media yang paling efektif untuk memerangi diskriminasi, menciptakan komunitas yang ramah, membangun suatu masyarakat yang inklusif dan mencapai pendidikan untuk semua (Pernyataan Salamanca, Artikel 2).








DAFFTAR PUSTAKA

cynthiadevina. (2016, 01 23). cynthiadevinapynki. Dipetik 11 05, 2018, dari cynthiadevinapynki.wordpress: https://cynthiadevinapynki.wordpress.com/2016/06/01/makalah-pendidikan-inklusi/
Rahim, A. (2016). PENDIDIKAN INKLUSIF SEBAGAI STRATEGI DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN UNTUK SEMUA. Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, 66-71.
Sidiq, R. Z. (-). PENDIDIKAN INKLUSIF SUATU STRATEGI MENUJU PENDIDIKAN UNTUK SEMUA. Jurnal Pendidikan Luar Biasa, 1-24.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep Anak CIBI

Anak Dengan Hambatan Majemuk