KONSEP PENDIDIKAN INKLUSI SEJARAH PENDIDIKAN INKLUSIF
KONSEP PENDIDIKAN INKLUSI
SEJARAH PENDIDIKAN INKLUSIF
Kelas
D3
Disusun Oleh :
Isnani Jam’ Iatul Husna
NIM :
1610127720028
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS
BANJARMASIN
2018
KONSEP PENDIDIKAN INKLUSI
SEJARAH PENDIDIKAN INKLUSIF
Makalah
Mata Kuliah :
Pendidikan Inklusi
Dosen Pengampu :
Dewi Ekasari, M.Pd
Kelas
D3
Disususn Oleh :
Isnani Jam’ Iatul Husna
NIM
1610127720028
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS
2018
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan perkenaan-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas individu, mata kuliah Pendidikan
Inklusi.
Dalam makalah ini, akan dibahas tentang Sejarah
Inklusi. Saya berharap makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang nantinya
InsyaAllah akan bermanfaat bagi kita.
Saya
menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu saran
dan kritik yang membangun sangat Saya harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Banjarmasin, September 2018
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Judul
...........................................................................
|
i
|
|
Kata
Pengantar
..........................................................................
|
ii
|
|
Daftar
Isi
....................................................................................
|
iii
|
|
BAB
I
|
PENDAHULUAN
|
|
|
1
|
|
|
2
|
|
|
3
|
|
BAB
II
|
PEMBAHASAN
|
|
A.
Sejarah Perkembangan Pendidikan
Inklusif Didunia ............
..........................................................................
|
4
|
|
B.
Sejarah Perkembangan Pendidikan
Inklusif Di
Indinesia.......................................................................
|
6
|
|
C.
Latar Belakang Di Laksanakannya
Pendidikan Inklusif Di
Indinesia.....................................................................
|
8
|
|
D.
Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif
........................................................................................
|
11
|
|
BAB
III
|
PENUTUP
|
|
|
13
|
|
|
14
|
|
DAFTAR
PUSTAKA ...............................................................
|
15
|
iii
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang no 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan
jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan
pendidikan yang bermutu. Undang-Undang tersebut merujuk pada perkembangan
pendidikan di Indonesia yang tidak lepas dari istilah pendidikan Inklusif atau
Inklusi.
Pendidikan Inklusif
merupakan sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus
belajar disekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman
seusianya.Ini menandakan bahwa pendidikan tidak mengenal perbedaan fisik, suku
dan agama. Namun tidak semua sekolah regular di Indonesia termasuk kedalam
sekolah inklusif karena kurangnya sumber daya manusia yang mempuni dalam bidang
pendidikan inklusif.
Pendidikan inklusi
merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan
dengan meninggalkan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk
berpartisipasi penuh dalam pendidikan.Hambatan yang ada bisa terkait dengan
masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan, dll. Salah satu kelompok yang
paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat.
Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus fleksibel dalam memenuhi
keberagaman kebutuhan siswa untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Pendidikan inklusi ini memegang tugas dan
tanggung jawab yang penting, karena pada dasarnya pendidikan untuk semua
kalangan tanpa membedakan apapun merupakan kebutuhan dasar untuk menjamin
keberlangsungan hidup agar lebih bermartabat.Karena itu negara memiliki
kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap
warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan.
Dengan adanya pendidikan Inklusif
sekolah dituntut melakukan berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap,
sampai pada proses pendidikan yan berorientasi pada kebutuhan individual tanpa
deskriminasi dengan begitu anak yang memiliki kebutuhan khusus dapat terpenuhi
pendidikannya sesuai dengan potensi masing-masing. Pemahaman mengenai
pendidikan inklusi juga merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang
guru. Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dibahas mengenai latar belakang
Pendidikan Inklusi, konsep Pendidikan Inklusi, kelebihan pendidikan inklusi,
dan sejarah pendidikan inklusi.[1]
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah perkembangan
pendidikan inklusif di Dunia?
2.
Bagaimana sejarah perkembangan
pendidikan inklusif di Indonesia?
3.
Apa yang melatar belakangi
dilaksanakannya pendidikan inklusif?
4.
Bagaimana implementasi kebijakan
pendidikan inklusif?
C. Tujuan
1.
Menjelaskan sejarah perkembangan
pendidikan Inklusif di Dunia
2.
Menjelaskan sejarah perkembangan
pendidikan Inklusif di Indonesia
3.
Menjelaskan latar belakang
dilaksanakannya pendidikan inklusif
4.
Menjelaskan implementasi kebijakan
pendidikan inklusif
D. Manfaat
1.
Untuk memahami sejarah perkembangan
pendidikan inklusif di Dunia
2.
Untuk memahami sejarah perkembangan
pendidikan inklusif di Indonesia
3.
Untuk memahami latar belakang
dilaksanakannya pendidikan inklusif
4.
Untuk memahami implementasi kebijakan
pendidikan inklusif
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perkembangan Pendidikan Inklusif Di Dunia
Lahirnya pendidikan inklusif berawal
dari sebuah pengamatan terhadap sekolah luar biasa yang memiliki asrama dan
institusi berasrama lainnya yang menunjukkan bahwa anak maupun orang dewasa
yang tinggal disana mengembangkan pola
perilaku-perilaku yang biasanya ditunjukan oleh orang-orang yang berkekurangan.
Perilaku-perilaku ini mencakup
kepasifan, stimulasi diri, perilaku repetitif stereotif, dan kadang prilaku
perusakan diri. Anak penyandang cacat yang meninggalkan sekolah luar biasa
berasrama sering kali tidak merasa betah tinggal dengan keluarganya di
komunitas rumahnya. Ini karena setelah bertahun-tahun disegregasikan/
dipisahkan, ia dan keluarga serta komunitasnya akan tumbuh menjadi orang asing
satu sama lainnya.
Banyak orang yang kemudian benar-benar
merasa situasi tersebut tidak benar. Orang tua, guru, dan orang-orang yang
mempunyai kesadaran politik pun mulai memperjuangkan hak-hak semua anak pada
umumnya dan hak anak dan orang dewasa penyandang cacat pada khususnya. Salah
satu tujuan utamanya adalah untuk memperoleh hak untuk berkembang dalam sebuah
lingkungan yang sama dengan orang lain. Mereka menyadari akan pentingnya
interaksi dan komunikasi sebagai dasar bagi semua pembelajaran.
Ini merupakan awal pembaharuan menuju
normaliusasi yang pada akhirnya mengarah pada proses inklusi. Legitimasi awal
bagi pelaksanaan pendidikan inklusi dalam dunia internasional sendiri tertuang
dalam Deklarasi Universal Hak Asasi pada tahun 1948 konvensi ini mengemukakan
gagasan mengenai pendidikan untuk semua ( Education for all / EFA) dimana
dinyatakan bahwa pendidikan dasar harus wajib dan bebas biaya bagi setiap anak.
Konfrerensi dunia yang khusus membahas EFA kemudian baru diadakan pada tahun
1990 dan berlangsung di Jomtien, Thailand.Para peserta menyepakati pencapaian
tujuan pendidikan dasar bagi semua anak dan orang dewasa pada tahun
2000.Konferensi Jomtien merupakan titik awal dari pergerakan yang kuat bagi
semua negara untuk memperkuat komitmen terhadap EFA[2].Dalam
pergerakan EFA anak dan orang dewasa penyandang cacat adalah salah satu
kelompok target.Oleh karena itu, dunia internasional kemudian mengadakan
konferensiyang secara khusus membahas pendidikan kebutuhan khusus.Konferensi
ini pertama kali diadakan di Salamanca pada tahun 1994 dan yang kedua diadakan
di Dakar pada tahun 2000. Keduanya dihadiri oleh Indonesia.Dalam konferensi
dunia Salamanca pendidikan inklusi ditetapkan sebagai prinsip dalam memenuhi
kebutuhan belajar kelompok-kelompok yang kurang beruntung, terpinggirkan, dan
terkucilkan. Upaya-upaya tindak lanjut bagi pendidikan kebutuhan khusus hingga
sekarang diamanatkan kepada UNESCO.[3]
B.
Sejarah PerkembanganPendidikan Inklusif Di Indonesia
Di Indonesia pendidikan Inklusi
sebenarnya telah dirintis sejak tahun 1986 namun, dalam bentuk yang sedikit
berbeda. Sistem pendidikan tersebut awalnya dinamakan pendidikan terpadu dan
disahkan dengan surat keputusan mentri pendidikan dan kebudayaan No. 002/U/1986
Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu di Indonesia. Pada pendidikan
terpadu anak penyandang cacat juga ditempatkan di sekolah umum namun, mereka
harus menyesuaikan diri pada sistem sekolah umum. Sehingga, mereka harus dibuat
‘Siap’ untuk diintegrasikan kedalam sekolah umum. Apabila ada kegagalan pada
anak maka anak dipandang yang bermasalah. Sedangkan, yang dilakukan oleh
pendidikan Inklusi adalah sebaliknya, sekolah dibuat siap dan menyesuaikan diri
terhadap kebutuhan anak penyandang cacat.Apabila ada kegagalan pada anak maka
sistem dipandang yang bermasalah. Sehingga pada tahun 2004 Indonesia
menyelenggarakan konvensi nasional dengan menghasilkan Deklarasi Bandung dengan
komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusif. Untuk memperjuangkan hak-hak
anak dengan hambatan belajar, pada tahun 2005 diadakan simposium internasional
di Bukit tinggi dengan menghasilkan Rekomendasi Bukit tinggi yang isinya antara
lain menekankan perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusif sebagai
salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan
pemeliharaan yang berkualitas dan layak.
Jumlah sekolah pelaksana pendidikan
terpadu hingga tahun 2001 adalah 163 untuk tingkat SD/MI dengan jumlah murid
875, 15 untuk tingkat SLTP/MTS dengan jumlah murid 40 orang, dan 28 untuk
tingkat SMU/MA dengan jumlah 59 orang. Seiring dengan perkembangan dunia
pendidikan, maka konsep pendidikan terpadu pun berubah menjadi pendidikan inklu
Selama dekade terakhir, inklusi telah menjadi tren dunia dalam pendidikan
khusus. Menanggapi kecenderungan itu, pemerintah Indonesia telah mengadopsi
kebijakan progresif untuk menerapkan pendidikan inklusif. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menggambarkan proses implementasi dengan berfokus
pada manajemen institusional, penerimaan siswa / identifikasi / penilaian,
kurikulum, instruksi, evaluasi, dan dukungan eksternal. Sampel terdiri dari 186
sekolah dengan jumlah siswa total 24.412, 12 persen di antaranya (3,419) adalah
siswa berkebutuhan khusus. Di sekolah-sekolah itu, ada juga 34 siswa berbakat
(0,1 persen). Dari semua siswa dengan kebutuhan pendidikan khusus/ special
education needs (SEN) siswa, 56 persen adalah laki-laki dan 44 persen adalah
perempuan. Hasil penelitian menunjukkan, dalam hal manajemen kelembagaan, bahwa
mayoritas sekolah inklusif telah mengembangkan rencana strategis (untuk
dimasukkan), koordinator yang ditunjuk secara hukum, melibatkan pihak terkait
dan relevan, dan melakukan rapat koordinasi rutin. Namun, masih banyak sekolah
yang belum merestrukturisasi organisasi sekolah mereka. Dalam hal penerimaan
siswa / identifikasi / penilaian, 54 persen sekolah menetapkan kuota untuk
siswa SEN. Hanya 19 persen yang menerapkan proses seleksi dalam penerimaan
siswa, setengahnya menggunakan prosedur yang berbeda untuk kandidat SEN.
Sekitar 50 persen sekolah inklusif telah memodifikasi kurikulum mereka,
termasuk berbagai standar. Dalam hal instruksi, 68 persen sekolah inklusif
melaporkan bahwa mereka memodifikasi proses pembelajaran mereka. Namun, hanya
beberapa sekolah yang menyediakan peralatan khusus untuk siswa dengan gangguan
penglihatan, gangguan fisik, masalah berbicara dan mendengar, dan autisme serta
siswa berbakat dan berbakat. Dalam evaluasi siswa, lebih dari 50 persen
melaporkan bahwa item ujian, administrasi, alokasi waktu, dan laporan siswa
telah dimodifikasi. Untuk ujian nasional, jumlah ini menurun drastis. Akhirnya,
dukungan eksternal dalam bentuk pendanaan, pembinaan, dan fasilitas sebagian
besar disediakan oleh pemerintah provinsi dan oleh Direktorat Pendidikan Luar
Biasa.[4]
C. Latar Belakang dilaksanakannya Pendidikan
Inklusif di Indonesia
As assured
in the 1945
Constitution of the Republic of
Indonesia and other supporting bylaws,
every citizen has
the right to
obtain education as
well as the citizens with disabilities who are
entitled to education designed to meet their special needs. Such
educational needs are
met with the
establishment of special
schools but they still exclude children with disabilities from the
mainstream[5]
Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945
pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan jaminan
sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan
yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus berhak pula
memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (reguler) dalam
pendidikan.Selama ini, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di
Indonesia disediakan melalui tiga macam lembaga pendidikan yaitu, Sekolah Luar
Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB,
sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan
yang sama sehingga ada SLB untuk anak dengan hambatan penglihatan (Tunanetra),
SLB untuk anak dengan hambatan pendengaran (Tunarungu), SLB untuk anak dengan
hambatan berpikir/kecerdasan (Tunagrahita), SLB untuk anak dengan hambatan
(fisik dan motorik (Tunadaksa), SLB untuk anak dengan hambatan emosi dan
perilaku (Tunalaras), dan SLB untuk anak dengan hambatan majemuk (Tunaganda).
Sedangkan SLB menampung berbagai jenis anak berkebutuhan khusus. Sedangkan
pendidikan terpadu adalah sekolah reguler yang juga menampung anak berkebutuhan
khusus, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar
mengajar yang sama. Namun selama ini baru menampung anak dengan hambatan
penglihatan (tunanetra), itupun perkembangannya kurang menggembirakan karena
banyak sekolah reguler yang keberatan menerima anak berkebutuhan khusus.
Pada umumnya, lokasi SLB berada di ibu
Kota Kabupaten, padahal anak–anak berkebutuhan khusus tersebar hampir di
seluruh daerah (kecamatan/desa), tidak hanya di ibu kota kabupaten. Akibatnya
sebagian dari mereka, terutama yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah,
terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari rumah, sementara kalau
akan disekolahkan di SD terdekat, sekolah tersebut tidak bersedia menerima
karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini
dapat diterima di sekolah terdekat, namun karena ketiadaan guru pembimbing
khusus akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah.
Permasalahan diatas dapat berakibat pada kegagalan program wajib belajar. Untuk
mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar, dipandang perlu meningkatkan
perhatian terhadap anak berkebutuhan khusus, baik yang telah memasuki sekolah
reguler (SD) tetapi belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun yang
belum mengenyam pendidikan sama sekali karena tidak diterima di SD terdekat
atau karena lokasi SLB jauh dari tempat domisilinya.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam
penyediaan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Pada penjelasan pasal 15
tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa ‘pendidikan khusus merupakan
pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang
memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa
satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.Pasal
inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak
berkelaianan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusi. Secara lebih
operasional, hal ini diperkuat dengan peraturan pemerintah tentang Pendidikan
Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.Dengan demikian pelayanan pendidikan bagi
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak lagi hanya di SLB tetapi terbuka di setiap
satuan dan jenjang pendidikan baik sekolah luar biasa maupun sekolah
reguler/umum.Dengan adanya kecenderungan kebijakan ini, maka tidak bisa tidak
semua calon pendidik di sekolah umum wajib dibekali kompetensi pendidikan bagi
ABK. Pembekalan ini perlu diwujudkan dalam Mata Kuliah Pendidikan Inklusif atau
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.[6]
D.
Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif
Untuk mengatasi kesenjangan dan
diskriminasi bagi anak-anak berkebutuhan khusus maka pada tahun 1999 Pendidikan
Inklusif dipersepsikan sebagai model pelayanan pendidikan dimana anak
berkebutuhan khusus yang biasanya terpisah dengan temannya yang normal
digabungkan pembelajarannya di sekolah-sekolah biasa. Menurut Herman (2003:1)
bahwa: Sebagian kelompok berpendapat bahwa pendidikan inklusif tidak semata
menggabungkan anak berkebutuhan khusus ke sekolah reguler namun lebih itu yaitu
mencoba memberi pelayanan kepada seluruh siswa yang ada di sekolah reguler
dengan berorientasi kepada keunikan, karakteristik dan kebutuhan khusus yang
ada pada setiap siswa.
Kelompok siswa berkebutuhan khusus,
selama mungkin harus mendapat pendidikan di sekolah umum yang mendapat
pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. Sekolah reguler dengan
orientasi inklusif adalah lembaga yang paling efektif untuk mengatasi
diskriminasi, menciptakan komunitas ramah, membangun suatu masyarakan inklusi
untuk mencapai tunjuan pendidikan nasional. Menurut UNESCO (Kusnaini, 2003:6)
“Mengirim mereka ke SLB atau Kelas Khusus harus merupakan kekecualian, apabila
pendidikan di sekolah umum terbukti tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka, baik
pendidikan maupun sosial”.[7]
Pendidikan inklusif dimulai dari
pemikiran bahwa hak mendapatkan pendidikan merupakan hak asasi manusia yang
paling mendasar dan merupakan sebuah pondasi untuk hidup bermasyarakat.Melalui
pendidikan inklusif ini muncul harapan dan kemungkinan bagi mereka yang
tergolong kelompok minoritas dan terabaikan untuk memperoleh kesempatan
pendidikan bersama dengan teman-teman sebayanya secara lebih inklusif (tidak
terpisahkan). Semua anak memerlukan pendidikan yang membantu mereka berkembang
untuk hidup dalam masyarakat yang normal.Dengan konsep kebijakan ini berarti
setiap sekolah harus menerima dan mendidik siswa di lingkungan terdekat (Juang
Sunanto, 2003). Pendidikan inklusif merujuk pada kebutuhan belajar semua
peserta didik, dengan suatu fokus spesifik pada mereka yang rentan terhadap
marjinalisasi dan pemisahan. Implementasi pendidikan inklusif berarti sekolah
harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual,
sosial, emosi, bahasa atau kondisi lainnya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lahirnya pendidikan inklusif berawal
dari sebuah pengamatan terhadap sekolah luar biasa yang memiliki asrama dan
institusi berasrama lainnya yang menunjukkan bahwa anak maupun orang dewasa
yang tinggal disana mengembangkan pola
perilaku-perilaku yang biasanya ditunjukan oleh orang-orang yang berkekurangan.
Pada tahun 2004 Indonesia
menyelenggarakan konvensi nasional dengan menghasilkan Deklarasi Bandung dengan
komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusif. Untuk memperjuangkan hak-hak
anak dengan hambatan belajar, pada tahun 2005 diadakan simposium internasional
di Bukit tinggi dengan menghasilkan Rekomendasi Bukit tinggi yang isinya antara
lain menekankan perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusif sebagai
salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan
pemeliharaan yang berkualitas dan layak.
Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945
pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan jaminan
sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan
yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus berhak pula
memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (reguler) dalam pendidikan.
Untuk mengatasi kesenjangan dan
diskriminasi bagi anak-anak berkebutuhan khusus maka pada tahun 1999 Pendidikan
Inklusif dipersepsikan sebagai model pelayanan pendidikan dimana anak
berkebutuhan khusus yang biasanya terpisah dengan temannya yang normal
digabungkan pembelajarannya di sekolah-sekolah biasa.
B. Saran
Dengan adanya makalah pendidikan
inklusif diharapkan pendidik dapat mengaktualisasikan dalam pembelajaran kelas
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Dengan
cara tersebut diharapkan tidak ada lagi diskriminasi dalam pendidikan sehingga
hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
Daftar
Pustaka
Abdurrahman, I. M. (2018, Mei 24). Pendidikan
Inklusi. Dipetik September 27, 2018, dari pengetahuanku13.com:
https://www.pengetahuanku13.com › Home › Pendidikan Inklusif
Antoni Tsaputra, S. M. (2011, September 27). Inclusive
Education for Children with Disabilities In Indonesia Suitable Framework for
Indonesian Context. Dipetik September 27, 2018, dari
australiaawardsindonesia.org:
http://www.australiaawardsindonesia.org/files/arg/ARTICLE%20FOR%20ARG%20BULLETIN-ANTONI.pdf
Yayasan Sayangi Tunas Cilik. (2017). Pendidikan
Inklusif: Apa, Mengapa dan Bagaimana. Bandung: Inclusive Community
Development and School for All (IDEAL) Project.
Yeager, J. L. (2011, Desember 1). The
Implementation of Inclusive Education for Students with Special Needs in
Indonesia. Dipetik September 27, 2018, dari researchgate.net:
https://www.researchgate.net/publication/278914328_The_Implementation_of_Inclusive
_Education for_ Students_with_Special_Needs_in_Indonesia
[1]
Lihat Pula Pendidikan Inklusif:Apa, Mengapa Dan Bagaimana Buku Panduan untuk
Pelaksana Program; Dipublikasikan oleh: Inclusive Community Development and
School for All (IDEAL) Project, Yayasan Tunas Cilik,2017
[2]
https://bambangdibyo.files.wordpress.com/2011/10/pendidikan-inklusif.pdf
[3]
Bandingkan dengan artikel https://ycaitasikmalaya46111.wordpress.com/2013/01/11/sejarah-pendidikan-inklusif/
[4]
https://www.researchgate.net/publication/278914328_The_Implementation_of_Inclusive
_Education for_ Students_with_Special_Needs_in_Indonesia
[diakses 27 September 2018].
[5]
http://www.australiaawardsindonesia.org/files/arg/ARTICLE%20FOR%20ARG%20BULLETIN-ANTONI.pdf
[7]
Jurnal Pendidikan Inklusi https://ml.scribd.com/doc/141223454
Komentar
Posting Komentar